Minggu, 17 Oktober 2010

Zainab radhiyallahu ‘anha binti Muhammad Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam

Oleh : Al-Ustadz Ja’far Umar Thalib


Zainab Putri Rasulillah, Keteladannya Bersetia Kepada Suami

Tak lama setelah pernikahan Muhammad bin Abdillah Al-Hasyimi shallallahu `alaihi wa alihi wasallam dengan Khadijah bintu Khuwailid Az-Zuhri radliyallahu `anha, lahirlah anak pertama bagi pasangan berbahagia ini, seorang putri yang kemudian dinamakan Zainab. Tepatnya peristiwa kelahiran itu terjadi pada sepuluh tahun sebelum diangkatnya sang ayah menjadi Rasulullah (yakni utusan Allah). Ia lahir dalam keluarga yang dibangun oleh pasangan suami istri yang menjadi teladan kemuliaan di kalangan Quraisy, sehingga dalam dirinya mengalir darah kemuliaan ayah bundanya. Dia juga menyaksikan akhlaqul karimah keduanya dalam kehidupan rumah tangga dan dalam kehidupan bermasyarakat, sehingga tumbuhlah Zainab menjadi gadis kecil yang menarik parasnya serta menakjubkan akhlaqnya bagi keluarga terdekat dan keluarga jauh kalangan Bani Hasyim dan Bani Zuhrah, bahkan bagi segenap Quraisy.
Diantara orang yang banyak menaruh perhatian kepada si gadis kecil Zainab, adalah seorang remaja bernama Abul Ash Laqith bin Ar-Rabi’ bin Abdis Syams bin Abdi Manaf bin Qushai Al-Qurasyi, yang ibunya bernama Halah bintu Khuwailid Az-Zuhri adik kandung Khadijah. Sedangkan dari pihak ayahnya, Abul Ash bertemu nasab dengan Muhammad shallallahu `alaihi wa alihi wasallam pada Abdi Manaf bin Qushai. Remaja lajang ini kerap bertandang ke rumah bibinya, yaitu Khadijah bintu Khuwailid Az-Zuhri. Dan setiap berkunjung ke rumah sang bibi, iapun menyaksikan betapa perangai si gadis kecil yang menakjubkan. Sehingga suatu hari Abul Ash dengan keluarganya mendatangi rumah Muhammad bin Abdillah Al-Hasyimi shallallahu `alaihi wa alihi wasallam untuk meminang Zainab bintu Muhammad Al-Hasyimi untuk diperistri oleh Abul Ash Laqith. Abul Ash sendiri adalah seorang remaja yang sangat mulia akhlaqnya di kalangan karib kerabat handai taulan. Maka dengan beberapa keistimewaan Abul Ash seperti ini, pinangannya pun segera diterima dengan senang hati oleh Muhammad bin Abdillah shallallahu `alaihi wa alihi wasallam.
Pesta pernikahan dilaksanakan untuk pasangan muda belia Zainab bintu Muhammad Al-Hasyimi shallallahu `alaihi wa alihi wasallam dengan Abul Ash Laqith bin Ar-Rabi’ dari Bani Abdis Syams. Sehingga berkumpullah dalam pesta pernikahan itu Bani Hasyim, Bani Zuhrah, Bani Abdis Syams serta para tamu undangan lainnya. Zainab adalah putri Muhammad shallallahu `alaihi wa alihi wasallam yang pertama kali menikah. Dan dalam kesempatan pernikahan tersebut ibunda Zainab, menyerahkan kado pernikahan berupa seperangkat kalung emas permata yang indah untuk menyenangkan putrinya sebagai kenang-kenangan dari ibunda tercinta. Dan berbahagialah pasangan suami istri ini dalam mengarungi kehidupan rumah tangga dengan ikatan cinta asmara.


RIAK-RIAK GELOMBANG KEHIDUPAN RUMA TANGGA

Setelah mereguk kebahagiaan rumah tangga, mulailah datang onak dan duri menghadang kebahagiaan itu. Di suatu hari Abul Ash, sang suami tercinta, berangkat menuju negeri Syam untuk berdagang mencari rizki di sana. Zainab tinggal di rumah mendampingi putra putrinya dengan kasih sayang seorang ibu. Di masa kepergian sang suami dengan kafilah dagangnya, datang berita mengejutkan bagi Zainab tentang Ayahandanya yang amat dia cintai itu. Muhammad bin Abdillah Al-Hasyimi shallallahu `alaihi wa alihi wasallam telah diangkat oleh Allah menjadi utusan-Nya dan diperintah oleh-Nya untuk mengajak sekalian manusia kepada agama Allah, yaitu agama yang mengajarkan tauhidul ibadah (yakni mengesakan Allah dalam segala bentuk peribadatan) dan akhlaqul karimah (yakni perangai yang mulia). Ajaran Tauhidul Ibadah, bagi orang-orang Quraisy adalah ajaran yang sangat aneh dan amat bertentangan dengan kebiasaan mereka yang suka berbuat syirik itu. Banyak pula dari ajaran Islam yang diserukan oleh Nabi Muhammad shallallahu `alaihi wa alihi wasallam yang menyelisihi kebiasaan orang Quraisy dan orang Arab secara keseluruhan bahkan bagi ummat manusia semuanya. Sehingga dengan sebab inilah meledak isyu pergunjingan di kalangan Quraisy dan orang-orang Arab di jazirah Arabiah tentang Nabi Muhammad shallallahu `alaihi wa alihi wasallam dalam tempo sekejap. Zainab pun mencari tahu tentang kebenaran isyu ini langsung dari ayah bundanya. Dan Zainab setelah mendapat penjelasan tentang kebenaran Kerasulan sang ayah, iapun langsung beriman kepada Islam tanpa harus menunggu kedatangan sang suami tercinta. Karena dia lebih cinta kepada kebenaran daripada kecintaannya kepada sang suami. Namun karena kecintaannya kepada suami, dia berharap kiranya sang suami mendapat hidayah dari Allah Ta’ala untuk beriman dengan Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad shallallahu `alaihi wa alihi wasallam.
Ketika Abul Ash datang dari perjalanannya, dalam suasana melepas rindu, Zainab memanfaatkan kesempatan itu untuk mendakwahi sang suami dan meyakinkannya agar mau memeluk agama Allah. Namun Zainab mendapati kenyataan pahit yang tidak pernah diperhitungkannya. Abul Ash amat keberatan untuk memeluk Islam. Alasannya sangat berkaitan dengan urusan harga diri atau gengsi kearaban. Abul Ash kuatir, bila dia memeluk Islam, nanti orang Quraisy akan mengatakan bahwa Abul Ash di bawah pengaruh istrinya dan bisa dikatakan karena takut kepada istri maka dia masuk Islam. Bagi orang Arab, penilaian demikian ini adalah kerendahan dan kehinaan. Namun karena Abul Ash yakin bahwa kebenaran Islam itu tidak bisa ditolak, dia mengizinkan Zainab untuk memeluk Islam, agama Allah yang dibawa oleh ayahandanya. Di samping juga karena memang Abul Ash amat mencintai Zainab, istrinya yang amat mengagumkan akhlaqnya.
Dengan tersebarnya Islam di kalangan orang Arab di Makkah dan sekitarnya, mulailah keresahan muncul di kalangan para tokoh Quraisy yang merasa terancam kedudukannya di kalangan bangsa Arab. Dan datanglah penentangan terhadap dakwah Islamiyah itu, terutama dari para pimpinan Quraisy. Celakanya yang paling menentang justru paman beliau sendiri yaitu Abu Lahab bin Abdul Mutthalib Al-Hasyimi. Sehingga karena itu, turunlah satu surat khusus dari Al-Qur’an yang menyatakan kutukan dan celaan Allah Ta’ala terhadap Abu Lahab dan istrinya. Turunnya surat Al-Lahab ini membuat marah Abu Lahab dan keluarganya sehingga semakin garang saja permusuhannya terhadap Rasulullah dan keluarganya shallallahu `alaihi wa alihi wasallam. Dalam pada itu, kedua putra Abu Lahab yang bernama Utbah dan Uthaibah telah menikahi kedua putri Muhammad shallallahu `alaihi wa alihi wasallam yang bernama Ruqayyah dan Ummu Kultsum. Maka Abu Lahab pun menyatakan kepada kedua putranya: “Kepalaku haram untuk mengenal kalian berdua bila kalian tidak menceraikan istri-istri kalian itu.” Maka kakak beradik Uthbah dan Uthaibah putra Abu Lahab itu, menceraikan kakak beradik Ruqayyah dan Ummu Kultsum putri Nabi Muhammad shallallahu `alaihi wa alihi wasallam, sebelum kedua pasangan ini sempat saling bersentuhan sebagai layaknya suami istri. Bahkan Abu Lahab belum puas menghinakan kedua putri Rasulillah itu. Dia pun berusaha mendekati Abul Ash agar kiranya juga mau menceraikan Zainab untuk menghinakan putri-putri Rasulillah di hadapan Quraisy dan Arab secara keseluruhan.
Namun Abul Ash adalah seorang suami yang terpuji perangainya dan tidak mau ikut-ikutan dengan orang lain dalam mengingkari budi baik putri Rasulillah. Dia semakin sayang terhadap Zainab. Hal ini justru semakin menyulitkan Zainab dalam kaitannya dengan Islam yang dibawa oleh Rasulullah shallallahu `alaihi wa alihi wasallam. Karena di satu sisi dia sebagai istri harus tetap bersetia kepada suaminya, di sisi lain dia telah berbeda agama dengan suaminya. Yang masih meringankan posisi Zainab ialah, masih belum turunnya keputusan Allah yang melarang wanita Muslimah menjadi istri bagi pria yang beragama lain. Sehingga Zainab tetap dianjurkan oleh Rasulullah shallallahu `alaihi wa alihi wasallam untuk menjalankan kewajiban istri kepada suami dengan sebaik-baiknya. Dan Abul Ash semakin kagum dengan Islam, karena Zainab semakin baik akhlaqnya setelah beragama Islam dan sikap Rasulullah sebagai mertuanya tidak berubah kebaikan budi pekerti beliau terhadap sang menantu, bahkan lebih menakjubkan. Karena itu Abul Ash tidak mau ikut-ikutan dengan keumuman Quraisy dalam memusuhi Rasulullah shallallahu `alaihi wa alihi wasallam.


HIJRAH KE MADINAH

Setelah sekian belas tahun berlangsung rumah tangga Zainab dengan Abul Ash dengan suka dukanya, pasangan suami istri ini dianugerahi oleh Allah Ta’ala seorang putri yang diberi nama Umamah dan seorang putra yang diberi nama Ali. Permusuhan para tokoh Quraisy terhadap Rasulullah shallallahu `alaihi wa alihi wasallam dan terhadap dakwah yang dibawa beliau tambah keras. Sehingga semakin banyak Ummat Islam yang dianiaya oleh kalangan musyrikin Quraisy karena masuk Islam. Dan Abul Ash tetap melindungi istrinya dari segala gangguan dan tindak permusuhan mereka. sehingga akhirnya datanglah perintah dari langit agar Rasulullah shallallahu `alaihi wa alihi wasallam dan segenap kaum Muslimin berhijrah ke Al-Madinah. Karena Allah Ta’ala telah memilih kota Al-Madinah dengan Hikmah-Nya yang Maha Sempurna sebagai markas kekuatan penyebaran Islam di dunia. Dengan keputusan Hijrah Nabi dan kaum Muslimin ke Al-Madinah ini, Zainab semakin terkucil dari kaum Muslimin. Karena dia tidak bisa ikut ayahnya hijrah ke Al-Madinah berhubung statusnya masih sebagai istri Abul Ash yang musyrik. Ini tentunya beban mental yang luar biasa bagi seorang wanita. Namun kesetiaannya kepada suami tidak memungkinkannya untuk berangkat hijrah ke Al-Madinah tanpa izin dari sang suami. Hidup penuh kegersangan dan keterasingan dijalani oleh Zainab dengan kesabaran dan terus berdoa kepada Allah Ta’ala, kiranya Allah Ta’ala menunjuki suaminya tercinta kepada Islam dan setelah itu dapat mengajak sang istri untuk berangkat hijrah ke Al-Madinah.
Permusuhan para tokoh musyrikin Quraisy terhadap Islam yang telah bermarkas dakwah di Al-Madinah semakin keras. Mereka semakin gigih memobilisasi suku-suku Arab di jazirah Arabiah untuk memusuhi Islam. Puncaknya adalah meletuslah peristiwa perang Badr antara pasukan Islam yang dipimpin oleh Rasulullah shallallahu `alaihi wa alihi wasallam, berhadapan dengan pasukan musyrikin Quraisy yang dipimpin oleh Abu Jahl dari Bani Abdi Syams. Maka karena Abul Ash dari Bani Abdi Syams, maka ia pun ikut pasukan musyrikin Quraisy yang dipimpin pamannya. Dalam pertempuran ini, Allah Ta’ala memenangkan pasukan Islam dengan kemenangan yang telak atas pasukan kafir Quraisy. Padahal kekuatan pasukan Islam dari sisi personel, logistik dan persenjataan, hanya sepertiga dari kekuatan musyrikin. Abu Jahal dan banyak tokoh musyrikin Quraisy, terbunuh dalam pertempuran itu. Orang-orang Quraisy mendapat pukulan dahsyat dari pasukan Islam yang dipimpin anak Quraisy yang paling mulia, yaitu Muhammad bin Abdillah bin Abdul Mutthalib bin Hasyim Al-Qurasyi shallallahu `alaihi wa alihi wasallam. Lebih terpukul lagi, ketika beberapa puluh orang-orang kafir Quraisy ditawan di Madinah oleh pasukan Islam. Dan di antara orang-orang yang ditawan itu adalah Abul Ash, sang menantu Rasulillah. Juga ikut ditawan pasukan Islam, Abbas bin Abdul Mutthalib paman Rasulillah.
Dari permusyawaratan yang diadakan oleh Rasulullah shallallahu `alaihi wa alihi wasallam dengan para Shahabat beliau, diputuskanlah bahwa pembebasan semua tawanan itu harus dengan tebusan dari keluarga masing-masing. Maka berdatanganlah utusan keluarga-keluarga para tawanan itu dari Makkah ke Madinah untuk menebus anggota keluarganya. Di antara rombongan utusan yang datang dari Makkah itu, terdapat pula utusan dari keluarga Bani Abdis Syams untuk membebaskan Abul Ash. Utusan itu membawa kalung emas milik Zainab putri Rasulullillah shallallahu `alaihi wa alihi wasallam untuk membayar tebusan bagi pembebasan suaminya. Dan ketika apa yang dibawa Bani Abdus Syams itu dilaporkan kepada Rasulillah shallallahu `alaihi wa alihi wasallam, beliau tertegun melihat kalung emas itu. Benda ini membangkitkan kenangan manis beliau dengan ibunya Zainab yang telah meninggal, yaitu Khadijah bintu Khuwailid istri Rasulillah yang paling dicintai dan dimuliakan olehnya. Karena kalung itu adalah hadiah perkawinan dari Khadijah untuk putrinya ketika sang buah hati menikah dengan Abul Ash. Tentu Rasulullah shallallahu `alaihi wa alihi wasallam amat terharu melihat betapa putrinya yang Mu’minah, telah menunjukkan kesetiaan dan kecintaannya kepada sang suami meskipun masih musyrik. Maka Rasul pun menawarkan kepada para Shahabat beliau tentang pembebasan Abul Ash ini sebagai berikut: “Aku senang kalau kalian melepaskan Abul Ash agar kembali ke Makkah tanpa tebusan. Kembalikan kalung itu kepada keluarga Bani Abdis Syams agar dikembalikan ke putriku. Tetapi bila kalian tetap menuntut tebusan pembebasannya, maka kalung itu menjadi fai’ (yakni harta rampasan dari orang kafir yang telah ditaklukkan).” Maka para Shahabat pun menyatakan: “Bahkan kami menghendaki untuk membebaskannya tanpa tebusan dan mengembalikan kalung itu kepada pemiliknya wahai Rasulallah.” Dengan jawaban demikian, tentu Beliau amat gembira. Lebih-lebih lagi yang paling gembira adalah Abul Ash dan keluarganya. Dalam suasana kegembiraan itulah Rasulullah shallallahu `alaihi wa alihi wasallam meminta kepada Abul Ash untuk mengizinkan Zainab berhijrah dari Makkah ke Al-Madinah. Dan Abul Ash pun berjanji sesampainya di Makkah akan melepaskan Zainab untuk berangkat hijrah ke Al-Madinah.
Sesampainya Abul Ash di Makkah dengan selamat, dia disambut dengan suka cita oleh karib kerabat handai taulan. Orang yang paling bahagia menyambut kedatangan Abul Ash, adalah istri tercinta yang sangat setia kepada Abul Ash. Zainab bintu Rasulillah shallallahu `alaihi wa alihi wasallam menyambut sang suami dengan muka berseri-seri penuh kehangatan karena kerinduan yang tak tertahankan. Namun sang suami tetap murung meskipun orang-orang di sekitarnya bersuka cita menyambutnya. Tanda kemurungan di wajahnya menimbulkan pertanyaan penuh keheranan dalam diri Zainab khususnya. Ia tak tahan lagi menyimpan keheranan itu, sehingga dalam pertemuan empat mata dengan sang suami, ditanyakanlah kepadanya. Maka sang suamipun dengan berat hati menjelaskan kepada Zainab tentang kegundahannya. “Engkau harus berpisah denganku demi janjiku kepada ayahmu. Engkau harus berangkat menuju Yatsrib (nama kota Al Madinah sebelum Islam) untuk hidup di sana bersama ayahmu.” Mendengar penjelasan sang suami, Zainab tertegun dan tak mampu berucap sepatah katapun. Dia bingung antara kesedihannya harus berpisah dengan suami tercinta dan kegembiraan karena mendapat kesempatan berhijrah untuk bergabung dengan sang ayah yang jauh lebih dia cintai daripada suaminya. Keimanannya terus-menerus memanggil dia untuk berhijrah dari kota Al-Makkah Al-Mukarramah menuju kota Al-Madinah An-Nabawiyah.
Zainab tak panjang pikir lagi demi mendengar izin dari sang suami, diapun segera berkemas-kemas untuk membawa kedua putra putrinya berangkat hijrah ke Al-Madinah. Sementara itu Rasulullah shallallahu `alaihi wa alihi wasallam mengirim Zaid bin Haritsah dan seorang lagi dari kalangan Anshar untuk mengawal Zainab dan kedua putra putrinya dalam perjalanan dari Makkah ke Madinah. Ketika persiapan berangkat telah dianggap selesai, saudara kandung sang suami yaitu Kinanah bin Ar-Rabi’ mempersilakan Zainab menaiki ontanya yang telah dipasang pada punggung onta itu tenda yang menandakan bahwa perempuan yang menungganginya akan menempuh perjalanan jauh. Waktu itu Zainab dalam keadaan hamil anak ketiga. Dan Kinanah bin Rabi’ ditugasi mengantar Zainab dan kedua putra putrinya untuk keluar dari kota Makkah sampai ketemu dengan Zaid bin Haritsah. Kinanah mengawal dan menuntun onta yang ditumpangi Zainab dan putra putrinya. Ia bersenjatakan busur panah dan anak panahnya dan mengajak keluar Zainab di siang hari yang terik. Kepergian Zainab sempat dilihat oleh beberapa orang dari kalangan musyrikin Quraisy. Sehingga berlarianlah orang untuk mengejar rombongan Zainab. Dan belum sampai Zainab keluar kota, dua orang tokoh pemuda Quraisy yang bernama Habbar bin Al-Aswad bin Al-Mutthalib bin Asad bin Abdul Uzza dan Nafi’ bin Abdi Qais Al-Fihri, berhasil mengejar rombongan itu. Sehingga keduanya langsung mengancam Zainab dengan tombak yang hendak dilamparkan ke arahnya. Kinanah pengawal Zainab segera memasang anak panahnya pada busurnya siap untuk dilucurkan ke arah kedua pemuda Quraisy itu. Sehingga Zainab mengalami ketegangan yang luar biasa dan akibatnya gugurlah janin yang ada di kandungannya. Zainab mengalami pendarahan yang dahsyat dan sangat lemas karenanya. Di saat yang demikian datanglah Abu Sufyan bersama rombongan para tokoh-tokoh Quraisy dan langsung berteriak kepada Kinanah: “Wahai lelaki, tahanlah anak panahmu agar kami dapat berbicara denganmu.” Maka Kinanahpun menurunkan anak panah dari busurnya. Abu Sufyanpun mendekat kepadanya sembari menasehatinya: “Engkau tidak benar dengan tindakanmu ini. Karena engkau keluar dari Makkah dengan wanita ini di hadapan orang-orang dengan terang-terangan. Padahal engkau tahu bagaimana musibah dan malapetaka yang barusan menimpa kita dan pukulan yang dihantamkan kepada kita oleh Muhammad. Sehingga orangpun akan merasa dengan keluarmu terang-terangan seperti ini membawa putri Muhammad untuk diantarkan kepadanya, adalah sebagai bukti kelemahan dan kehinaan kita orang Quraisy di hadapan Muhammad sebagai akibat musibah kekalahan perang yang baru saja menimpa kita. Demi umurku, sungguh kita tidak mempunyai kepentingan apa-apa untuk menahannya dari keinginannya berangkat menemui bapaknya. Dan sama sekali kita tidak berniat untuk membalaskan kemarahan kita kepada bapaknya dengan menyakiti putrinya. Akan tetapi pulanglah kembali kerumahmu di siang hari ini dengan wanita itu. Sehingga bila telah reda suara-suara kemarahan orang terhadap peristiwa ini dan orang Quraisypun merasa puas karena telah berhasil memaksa putri Muhammad untuk kembali ke Makkah. Maka silakan di saat demikian, engkau berangkatkan wanita itu dengan secara tersembunyi dan antarkan dia ke tempat ayahnya.” Mendengar nasehat ini, Kinanahpun segera membawa kembali ke Makkah, Zainab dan kedua putrinya. Dan beberapa hari setelah itu ketika orang terlelap dalam tidurnya, Kinanah membawa Zainab dan kedua putra putrinya keluar dari kota Makkah dan mengantarkannya dengan rahasia untuk menemui Zaid bin Haritsah dan seorang dari Anshar di luar kota Makkah yang telah menantinya sejak beberapa hari sebelumnya di suatu tempat yang bernama Wadi Ya’jaj. Dan dari tempat itu Zainab dan kedua putrinya diantarkan ke Al-Madinah oleh rombongan Zaid bin Haritsah. Sehingga sampailah Zainab ke pangkuan Ayah tercinta dengan membawa berbagai kepiluan yang dirasakannya demi menjalankan kewajiban Hijrah di jalan Allah dan Rasul-Nya.


BERKUMPUL KEMBALI DENGAN SUAMI TERCINTA

Kini Zainab telah berkumpul kembali dengan ayah yang sangat dicintainya di kota Al Madinah. Namun harapan di hati Zainab sebagai istri yang setia terhadap suaminya, tetap saja diadukan kepada Allah Ta’ala dalam doa yang terus menerus dipanjatkan kepada-Nya, kiranya sang suami dianugerahi petunjuk oleh-Nya kepada Islam dan kemudian menyusul istri dan mertuanya berhijrah ke Al-Madinah. Zainab tak pernah berputus asa mendoakan Abul Ash untuk itu. Ia terus meratap dan menangis kepada Allah meminta belas kasih-Nya bagi sang suami tercinta. Hari-hari penantian demikian panjang bagi Zainab, dan dia memang wanita Mu’minah yang amat yakin dengan janji pertolongan Allah terhadap hamba-Nya yang terus meminta kepada-Nya. Rasulullah shallallahu `alaihi wa alihi wasallam menempatkan Zainab dan kedua putrinya di rumah tersendiri agar lebih leluasa membina kedua putra putrinya. Si kecil Ali dan Umamah menjadi pelipur lara bagi ibu yang terus saja merindukan kedatangan kekasihnya.
Di suatu hari kaum Muslimin diperintah oleh Rasulullah shallallahu `alaihi wa alihi wasallam untuk menghadang kafilah dagang kaum musyrikin Quraisy. Saat itu tertangkaplah satu kafilah dagang yang kebetulan lewat. Kalangan musyrikin Quraisy yang ada dalam kafilah itu berhasil melarikan diri sambil meninggalkan segenap barang dagangannya. Maka kaum Muslimin pun membawa harta rampasan itu ke hadapan Rasulullah shallallahu `alaihi wa alihi wasallam. Dan di keheningan malam yang kelam menjelang terbitnya fajar, tiba-tiba ada orang yang mengetuk pintu rumah Zainab. Hati Zainab agak berdebar mendengar ketukan yang sangat dikenalnya itu. Zainab meyakinkan dugaannya, gerangan siapa yang mengetuk itu. Dari balik pintu ada jawaban: “Aku Abul Ash bin Ar-Rabi’ ayahnya Ali dan Umamah.” Zainab amat terkejut mendengar jawaban itu dan tanpa berpikir panjang lagi segera diapun membukakan pintu bagi orang yang dikasihinya itu. Abul Ash dipersilakan masuk dan pintu segera ditutup. Diceritakanlah oleh Abul Ash kepada Zainab bahwa dia datang ke rumah ini dengan sangat tersembunyi dan hati-hati. Karena Abul Ash melarikan diri dari kejaran kaum Muslimin yang menghadang kafilah dagangnya. Abul Ash berusaha meyakinkan Zainab bahwa barang dagangan kafilahnya yang dirampas kaum Muslimin itu adalah titipan orang-orang Quraisy di Makkah dan dia harus mengembalikannya. Karena itu dia memohon dengan sangat kepada Zainab untuk menyatakan perlindungan hukum bagi Abul Ash dan melobi ayahnya untuk mengembalikan barang rampasan itu. Maka dengan besarnya harapan Zainab agar kekakuan hati Abul Ash untuk menolak ajakan masuk Islam kiranya dapat ditaklukkan dengan akhlaq yang mulia, Zainab langsung keluar rumah dalam suasana kaum Muslimin sedang bersiap-siap menunaikan shalat subuh berjamaah dengan Rasulillah di masjid. Di saat demikian itu Zainab berteriak sejadi-jadinya menyatakan perlindungannya bagi Abul Ash. Teriakan itu didengar oleh banyak kaum Muslimin dan juga didengar oleh Rasulullah shalallahu `alaihi wa sallam. Dan setelah beliau memimpin salat shubuh di masjid beliau, langsung saja beliau bertanya kepada segenap jamaah: “Apakah kalian mendengar apa yang aku dengar?” Para jamaah pun menjawab: “Ya, kami mendengar apa yang anda dengar.” Maka Rasulullah pun langsung berdiri dan keluar masjid menuju ke rumah Zainab putrinya. Beliau memperingatkan putrinya untuk jangan terlalu dekat dengan Abul Ash karena dia belum masuk Islam. Dan Zainab meminta kepada Rasulullah shallallahu `alaihi wa alihi wasallam untuk memerintahkan kepada kaum Muslimin guna mengembalikan seluruh harta yang dirampas dari kafilah dagangnya Abul Ash.
Beliau sangat iba demi melihat permintaan Zainab yang sangat memelas itu. Karena beliau sangat tahu betapa putrinya ini sangat mencintai Abul Ash dan juga beliau mengenal betapa akhlaq Abul Ash yang mulia dan terhormat meskipun dia belum jua mau memeluk Islam. Beliau adalah orang yang selalu mengingat kebaikan orang meskipun orang itu kafir. Ketika Abu Lahab yang notabene adalah paman beliau sendiri memaksa putra-putranya menceraikan putri-putri Rasulullah shallallahu `alaihi wa alihi wasallam dengan penuh kehinaan, Abul Ash justru sangat memuliakan Zainab dan melindunginya sebagai istri yang amat dicintainya. Ketika Abul Ash dibebaskan dari status tawanan perang Badr tanpa tebusan apapun, dia berjanji kepada Rasulullah shallallahu `alaihi wa alihi wasallam untuk mengijinkan Zainab berangkat hijrah ke Al-Madinah dan membantunya untuk meninggalkan kota Makkah. Dan Abul Ash memenuhi janjinya sehingga Zainab akhirnya dapat menjalankan hijrah kepada Allah dan Rasul-Nya dengan sempurna. Semua kebaikan Abul Ash ini sangat dikenang oleh Rasulullah shallallahu `alaihi wa alihi wasallam. Sehingga beliaupun meluluskan permintaan putri beliau yang amat dicintainya itu. Namun beliau sangat kuat berpegang teguh dengan syari’at Allah, sehingga untuk meluluskan permintaan putrinya itu beliau mengajak musyawarah para Shahabat beliau dengan menyatakan kepada mereka: “Harta kafilah dagang Abul Ash telah kalian rampas dengan sah. Namun bila kalian mau, kalian kembalikan saja seluruh harta itu kepadanya dan ini yang aku senangi. Akan tetapi bila kalian tidak mau mengembalikannya, jadilah harta itu sebagai fai’ yang Allah berikan bagi kalian.” Mendengar omongan beliau ini, kaum Muslimin dengan aklamasi menyatakan pilihannya untuk mengembalikan semua harta itu kepada Abul Ash dengan penuh keikhlasan. Dan Abul Ash menerima pengembalian semua harta itu dengan suka cita.
Abul Ash bergegas membawa harta kafilah dagangnya kembali ke Makkah dan sesampainya di Makkah dia menunaikan segenap harta itu kepada masing-masing pemiliknya dengan sempurna. Dan setelah itu Abul Ash bertanya kepada mereka: “Apakah aku telah menunaikan dengan sempurna seluruh harta milik kalian yang kalian titipkan kepadaku?” Merekapun serentak menjawab: “Bahkan engkau telah menunaikan dengan sempurna seluruh apa yang kami titipkan kepadamu.” Dengan jawaban mereka yang demikian itu Abul Ash amat lega, karena gengsi dan kehormatannya telah diselamatkan oleh Muhammad bin Abdillah shallallahu `alaihi wa alihi wasallam. Abul Ash adalah orang yang sangat gigih menjunjung kehormatan dirinya dengan akhlaq yang mulia. Dan hal ini telah diakui oleh Nabi Muhammad shallallahu `alaihi wa alihi wasallam. Karena itu Abul Ash sangat luluh hatinya dengan sikap yang mulia dan terhormat dari Nabi Muhammad shallallahu `alaihi wa alihi wasallam serta amat menghargai kehormatan orang meskipun belum masuk Islam. Akhlaq yang mulia inilah yang meluluhkan kekerasan hati Abul Ash untuk kemudian merasakan dan melihat kebenaran Islam. Ia tidak punya pilihan lain, kecuali mengikuti suara hati kecilnya untuk mengingkrarkan dua kalimat Syahadat. Abul Ash menegaskan di hadapan para tokoh-tokoh Quraisy: “Ketahuilah, sesungguhnya aku ingin menyatakan masuk Islam ketika aku masih di Madinah. Tetapi karena aku kuatir kalian menganggap bahwa aku masuk Islam karena ingin memakan harta kalian yang ada padaku, maka aku menundanya sampai aku telah mengembalikan segenap harta kalian dengan sempurna. Dan sekarang ketauhilah oleh kalian, bahwa aku telah bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang benar kecuali hanya Allah dan aku bersaksi pula bahwa Muhammad itu adalah utusan Allah yang membawa kebenaran. Aku setelah ini akan hijrah ke Madinah untuk bergabung dengan saudara-saudaraku Kaum Muslimin di sana.” Para tokoh musyrikin Quraisy hanya tertegun lemas mendengar pernyataan Abul Ash dan mereka tak mampu berbuat apa-apa ketika melihat Abul Ash terang-terangan di hadapan mereka berangkat menuju kota Al-Madinah meninggalkan kota Al-Makkah.


SUKA CITA MENYAMBUT SUAMI YANG TERCINTA

Berita masuk Islamnya Abul Ash telah sampai ke Al-Madinah, meskipun dia masih di perjalanan. Para kafilah yang mendahului keberangkatan Abul Ash dari Makkah telah menyampaikan berita penting ini kepada para penggembala kambing ketika kafilah itu melewati mereka menuju negeri Syam. Dan para penggembala itu menyampaikannya kepada kaum Muslimin di Al-Madinah. Tentu kaum Muslimn amat gembira dengan berita ini, karena mereka tahu betapa Rasulullah shallallahu `alaihi wa alihi wasallam menghormati Abul Ash dan lebih-lebih lagi putri Rasulullah sangat mencintai Abul Ash dan merindukannya untuk datang ke Madinah sebagai Muhajir di jalan Allah. Berita ini juga telah sampai ke telinga Zainab dan diapun terhenyak dari segala lamunan kerinduannya. Dia dalam harap dan cemas, kiranya Abul Ash segera sampai di Madinah dengan selamat dan sejahtera. Yang berarti impian kerinduannya akan segera terwujud. Hari demi hari dia nantikan, rasanya di saat demikian masa sehari itu berjalan sangat lama. Dia terus memanjatkan doa kepada Allah Ta’ala untuk Melindungi Abul Ash dari segala mara bahaya dalam perjalanannya dari Makkah ke Madinah. Dia bersyukur kepada Allah yang telah menunjuki Abul Ash untuk masuk Islam dengan penuh kemuliaan. Dan akhirnya Abul Ash sampai dengan selamat di kota Madinah. Kaum Muslimin menyambutnya dengan suka cita dan langsung mengantarkannya ke Masjid untuk menemui Rasulullah shallallahu `alaihi wa alihi wasallam. Kaum Muslimin menyaksikan, betapa berseri-serinya wajah Rasulullh shallallahu `alaihi wa alihi wasallam ketika menyambut Abul Ash dalam keadaan telah beriman dan berhijrah. Rasulullah shallallahu `alaihi wa alihi wasallam langsung menggandeng Abul Ash ke rumah Zainab dan mempertemukannya dengannya sebagai suami istri tanpa memperbaharui akad nikahnya. Allah Ta’ala Maha Tahu, saat kapan yang paling baik untuk mengabulkan doa hamba-Nya. Karena Dia berbuat selalu dengan Hikmah-Nya yang Maha Sempurna. Baru sekarang Zainab meneguk bahagia setelah kurang lebih empat belas tahun berdoa dan berdoa mengharap kepada Allah Ta’ala untuk menunjuki Abul Ash masuk Islam. Baru sekarang Zainab merasakan bahagia berkumpul dengan suami dalam keadaan seiman. Allah Maha Sempurna Hikmah-Nya, Dia tidak segera mengabulkan doa Zainab sehingga karenanya tampak nyata betapa kuatnya kesabaran hamba-Nya ini dalam menanti pertolongan Allah dan betapa mulianya dia dalam kesetiaan yang dipersembahkan kepada suaminya. Lebih dari itu ditunjukkan pula betapa mulianya akhlaq Rasulullah shallallahu `alaihi wa alihi wasallam dalam membalas budi baik orang meskipun dari orang yang belum masuk Islam. Bahkan lebih dari itu semua, apa yang Allah taqdirkan dengan kejadian ini semakin menunjukkan betapa Islam itu adalah agama rahmah dan mengajarkan sikap pemaaf dan penyayang dan tidak gampang menghukumi dengan kebengisan dan amat mempertimbangkan keadilan serta hak orang.


MENINGGAL DUNIA

Sejak dia keguguran di saat menjelang keluar kota Makkah dalam rangka hijrah ke Madinah, Zainab terus menerus mengalami pendarahan pada rahimnya. Dan akhirnya setelah dia puas dalam berumah tangga di kota Madinah dengan suami tercinta dan dua anak yang dihasilkan dari cinta mereka berdua, penyakit Zainab semakin serius sehingga ia mengalami pendarahan yang semakin hebat. Akhirnya pada tahun 8 Hijriah, Allah Ta’ala memanggil Zainab ke alam barzakh. Dia meninggal dunia dengan keridlaan dan cinta suaminya kepadanya. Dia pergi ke alam kubur dengan diiringi doa yang tulus dari Rasulullah shallallahu `alaihi wa alihi wasallam serta cucuran air mata kesedihan. Kaum Muslimin ikut bersedih melihat Rasulullah shallallahu `alaihi wa alihi wasallam bersedih. Abul Ash ditinggal pergi dengan seribu satu kenangan suka duka kesetiaan dan cinta selama berumah tangga dengan Zainab. Kedua putra putrinya melepas ibunda dengan kesedihan pula. Dan ini memang taqdir Allah yang tidak bisa ditolak oleh siapapun dari makhluk Allah Ta’ala. Selamat jalan Zainab, teladanmu sebagai Mu’minah, Muhajirah, dan wanita yang sangat setia kepada suaminya terus dikenang oleh segenap kaum Mu’minin. Perjuanganmu sungguh tak sia-sia. Semoga putri-putri Muslimat dan Mu’minat meneladani keimanan, kesabaran, dan kesetiaanmu. Amin.


Sumber : http://www.alghuroba.org/

Jika cinta bisa berbicara..


by Khodijah Al Atsariyyah on Saturday, December 26, 2009 at 8:33pm
BismiLLAhirrohmanirrohim..kali ini ana ingin berbicara tentang cinta,,

kawan,apa itu cinta menurut kalian?
Kawan apakah benar cinta saling memiliki?
Kawan,apakah cinta sudah hilang yang ada hanya saling menyakiti?
Kawan,apa yang dimaksud cinta sejati?
Kawan,mengapa diawal pembahasan ana ini ana mengucap basmalah?tahukan engkau mengapa?

Jika cinta bisa berbicara pasti dia akan menjawab semua pertanyaan yang ana lontarkan pada antum/antunna
Jika cinta bisa berbicara maka dia akan menjawab..
Cinta adalah aku..aku suci,aku berada dalam hati orang-orang yang sangat paham dengan diriku..aku tidak buta,aku tidak setuju para manusia berkata 'love is blind'cinta itu buta..dengan tegas aku katakan aku tidak buta tapi orang-orang yang dimabuk cinta itulah yang buta..aku suci,aku terhormat bagi orang yang dapat menghormati cinta..
Jika cinta bisa berbicara,maka dia akan menjawab..
Aku tidak berlaku saling memiliki dalam kalangan umat manusia..tak pantas bagi mereka yang merasa saling memiliki dan mengatasnamakan aku..aku akan berlaku saling memiliki pada orang-orang beriman yang menyerahkan total dirinya hanya pada kekasih hatinya yang selalu menemani juga memiliki mereka seutuhnya,,Dialah Allah SWT,betapa terhormatnya aku dalam hati orang-orang mukmin..
Jika cinta bisa berbicara,maka dia menjawab..
Aku takkan pernah hilang..jika aku berada dalam orang-orang tidak paham aku,maka aku akan bertempur dengan benci..akupun akan ternoda dan berdarah,bencipun menang dan akan menyakiti orang-orang yang pernah dicintainya,dialah orang yang buta merasa paham denganku padahal dia tidak paham..sebaliknya,aku akan damai nun tentram jika aku berada dalam hati orang-orang yang saling mencintai karena Allah SWT dan besar cintanya mereka pada Allah melebihi segalanya..maka tak ada yang menyakiti dan tersakiti,lagi-lagi aku merasa sangat terhormat didalam hati orang-orang mukmin..
Jika cinta bisa berbicara,maka dia menjawab..

Aku memang sejati bagi orang-orang yang mengharap cinta-Nya..sebaliknya aku tidak akan abadi nun sejati didalam hati orang-orang yang mengatasnamakanku dalam perbuatan maksiat mereka..aku sedih,diriku menjadi tidak sejati dikarenakan mereka yang tidak mau mempertanggung jawabkan perbuatan mereka atas namaku..sangat licik mereka,apa yang aku katakan pada Sang Maha Pemberi Cinta nanti?

Jika cinta bisa berbicara,maka dia menjawab..

Anti mengucap basmalah sebelum memulai pembahasan anti ini karena anti sangat menghormatiku,anti mengetahui aku ditanamkan dalam hati orang-orang beriman oleh-Nya..anti tidak ingin generasi muda sekarang menodai diriku..anti tahu semua ini karena anti mempunyai pemahaman tentang aku dari pengalaman anti,pengalaman sahabat-sahabat anti yang pernah membutakan hati dengan hawa nafsu,bukan dengan aku..anti tahu semua tentang aku,karena anti selalu mencari ilmu tentang aku..aku berpesan kepada anti wahai akhwat/ikhwan yang paham tentang aku..aku mohon katakan kepada generasimu,generasi harapan,,aku suci,aku tidak ingin dinodai oleh nafsu birahi..yang aku ingin,aku bercampur dengan nafsu muthmainnah(ketenangan)nafsu yang ingin selalu berada di dekat-Nya..aku mohon sekali lagi kepada mereka di luar sana,bahwa aku(cinta) ingin dihormati..selayaknya hormatnya anak pada orang tuanya,hormatnya murid pada gurunya..jernihkanlah aku dalam beningnya hatimu dan teguhnya imanmu yang membuatku tentram berada dihati orang-orang yang sangat memahamiku..

Sekali lagi ku katakan,islam sangat keras dengan zina mendekatinya saja tidak boleh.karena apa wahai manusia?karena Allah tidak menginginkan aku(cinta)menjadi hitam pekat sangat menjijikkan dikarenakan ulah kalian..aku sangat sedih,dan aku tidak kuat jika diriku diatasnamakan untuk melakuka n hal-hal yang haram..terima kasih,sebelum kalian saling mencintai,pelajari dululah aku!!

Itulah kawan,jika cinta bisa berbicara,dia akan meringis,terisak seperti kalimat per kalimat dilontarkannya..
,

Hukum Chatting (Ngobrol) Antar Lawan Jenis Via Internet


by Khodijah Al Atsariyyah on Wednesday, August 25, 2010 at 10:24pm
Posted on Februari 26, 2010 by admin atsarussalaf
Oleh : Syaikh Nashir bin Hamd Al Fahd

Penanya: Aku adalah seorang pemuda. Aku punya hobi ngenet (main internet) dan chatting (ngobrol). Aku hampir tidak pernah chatting dengan wanita. Jika terpaksa aku chatting dengan wanita maka aku tidaklah berbicara kecuali dalam hal yang baik-baik.

Kurang dari setahun lalu ada seorang gadis yang mengajak aku chatting lalu meminta no HP-ku. Aku katakan bahwa aku tidak mau menggunakan hp dan aku tidak ingin membuat Allah murka kepadaku.

Dia lalu mengatakan, “Engkau adalah seorang pemuda yang sopan dan berakhlak mulia. Aku akan bahagia jika kita bisa berkomunikasi secara langsung”. Kukatakan kepadanya, “Maaf aku tidak mau menggunakan HP”. Kemudian dia berkata dengan nada kesal, “Terserah kamu kalo gitu”.

Selama beberapa bulan kami hanya berhubungan melalui chatting. Suatu ketika dia mengatakan, “Aku ingin no HP-mu”. “Bukankah dulu sudah pernah kukatakan kepadamu bahwa aku tidak mau menggunakan HP”, jawabku. Dia lalu berjanji tidak akan menghubungiku kecuali ada hal yang mendesak. Kalau demikian aku sepakat.

Setelah itu selama tiga bulan dia tidak pernah menghubungiku. Akupun berdoa agar Allah menjadikannya bersama hamba-hamba-Nya yang shalih.

Tak lama kemudian ada seorang gadis kurang lebih berusia 16 tahun yang berakhlak dan sangat sopan menghubungi no HP-ku. Dia berkata dalam telepon, “Apa benar engkau bernama A?”. “Benar, apa yang bisa kubantu”, tanyaku. Dia mengatakan, “Fulanah, yaitu gadis yang telah kukenal via chatting, nitip salam untukmu”. “Salam kembali untuknya. Mengapa tidak dia sendiri yang menghubungiku?”, tanyaku. “Telepon rumahnya diawasi ketat oleh orang tuanya”, jawabnya.

Setelah orang tuanya kembali memberi kelonggaran, dia kembali menghubungiku. Kukatakan kepadanya, “Jangan sering telepon” namun dia selalu saja menghubungiku. Akan tetapi pembicaraan kami sebatas hal-hal yang baik-baik. Kami saling mengingatkan untuk melaksanakan shalat, puasa dan shalat malam.

Setelah beberapa waktu lamanya, dia berterus terang kalau dia jatuh cinta kepadaku dan aku sendiri juga sangat mencintainya. Aku juga berharap bisa menikahinya sesuai dengan ajaran Allah dan rasul-Nya karena dia adalah seorang gadis yang berakhlak, beradab dan taat beragama setelah aku tahu secara pasti bahwa aku adalah orang yang pertama kali melamarnya via telepon.

Akan tetapi empat bulan yang lewat, ayahnya memaksanya untuk menikah dengan saudara sepupunya sendiri karena ayahnya marah dengannya. Inilah awal masalah. Aku mulai sulit tidur. Kukatakan kepadanya, “Serahkan urusan kita kepada Allah. Kita tidak boleh menentang takdir”. Namun dia meski sudah menikah tetap saja menghubungiku. Kukatakan kepadanya, “Haram bagimu untuk menghubungiku karena engkau sudah menjadi istri seseorang”.

Yang jadi permasalahan, bolehkah dia menghubungiku via HP sedangkan dia telah menjadi istri seseorang? Allah-lah yang menjadi saksi bahwa pembicaraanku dengannya sebatas hal yang baik-baik. Kami saling mengingatkan untuk menambah ketaatan terlebih lagi ayahnya memaksanya untuk menikah dengan dengan lelaki yang tidak dia cintai.

Jawab:Saling menelepon antar lawan jenis itu tidaklah diperbolehkan secara mutlak baik pihak wanita sudah bersuami maupun belum. Bahkan ini adalah tipu daya Iblis.

Engkau katakan bahwa tidak ada hubungan antaramu dengan dia selain saling menasehati dan mengajak untuk melakukan amal shalih. Perhatikan bagaimana masalah cinta dan yang lainnya menyusup melalui hal ini. Bukankah engkau tadi mengatakan bahwa engkau mencintainya dan diapun mencintaimu sedangkan katamu topik pembicaraanmu hanya seputar amal shalih? Kami tahu sendiri beberapa pemuda yang semula sangat taat beragama berubah menjadi menyimpang gara-gara hal ini.

Wahai saudaraku bertakwalah kepada Allah. Jauhilah perkara ini. Cara-cara seperti ini lebih berbahaya dari pada cara-cara orang fasik yang secara terang-terangan ngobrol dengan perempuan dengan tujuan-tujuan yang tidak terpuji. Mereka sadar bahwa yang mereka lakukan adalah sebuah maksiat. Sadar bahwa perkara itu adalah keliru merupakan awal langkah untuk memperbaiki diri.Sedangkan dirimu tidak demikian bahkan bisa jadi engkau menganggapnya sebagai sebuah ibadah yang mendekatkan diri kepada Allah.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan,

مَا تَرَكْتُ بَعْدِى فِتْنَةً أَضَرَّ عَلَى الرِّجَالِ مِنَ النِّسَاءِ

“Tidaklah kutinggalkan suatu ujian yang lebih berat bagi laki-laki melebihi wanita” (HR Bukhari no 4808 dan Muslim no 2740 dari Usamah bin Zaid).

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,

فَإِنَّ أَوَّلَ فِتْنَةِ بَنِى إِسْرَائِيلَ كَانَتْ فِى النِّسَاءِ

“Sesungguhnya awal kebinasaan Bani Israil adalah disebabkan masalah wanita” (HR Muslim no 7124 dari Abu Sa’id Al Khudry).

Perempuan yang mengajakmu ngobrol dengan berbagai obrolan ini padahal tidak ada hubungan kekerabatan antara dirimu dengannya adalah suatu yang haram. Hati-hatilah dengan cara-cara seperti ini. Semoga Allah menjadikanmu sebagai salah seorang hamba-Nya yang shalih.

Tanya: Sekiranya jawaban terhadap pertanyaan di atas adalah tidak boleh apakah boleh dia mengajakku ngobrol via chatting?

Jawab:Wahai saudaraku, hal ini tidaklah dibolehkan. Hubunganmu dengannya semula adalah chatting lalu berkembang menjadi komunikasi langsung via telepon dan puncaknya adalah ungkapan cinta. Apakah hanya akan berhenti di sini?Semua hal ini adalah tipu daya Iblis untuk menjerumuskan kaum muslimin dalam hal-hal yang haram. Bersyukurlah kepada Allah karena Dia masih menyelamatkanmu. Bertakwalah kepada Allah, jangan ulangi lagi baik dengan perempuan tersebut ataupun dengan yang lain.

Tanya: Apa hukum seorang laki-laki yang chatting dengan seorang perempuan via internet dan yang dibicarakan adalah hal yang baik-baik?Jawab:Tidak ada seorangpun yang bisa mengeluarkan fatwa yang bersifat umum untuk permasalahan semisal ini karena ada banyak hal yang harus dipertimbangkan masak-masak. Fatwa yang bisa saya sampaikan kepadamu adalah obrolan dengan lawan jenis yang semisal kau lakukan adalah tidak diperbolehkan. Bukti nyata untuk hal ini adalah apa yang engkau ceritakan sendiri bahwa hubunganmu dengan perempuan tersebut terus berkembang ke arah yang terlarang.

(Dinukil dan diterjemahkan dari Majmu Fatawa Al Adab karya Nashir bin Hamd Al Fahd). 

Hukum wanita haid membaca Al-Qur'an


by Khodijah Al Atsariyyah on Monday, September 20, 2010 at 8:44pm
 
Tanya Jawab
Al Ustadz Abu Zakaria Rizqi
“Bolehkah membaca ayat-ayat Al-Qur’an yang sudah kita jika hafal dalam keadaan haid?Karena takut kita lupa ayat Al-Qur’an tersebut.Perlukah kita meniatkannya sebagai dzikir?”(noorsaadah***@yahoo.com)
BismiLLahirrohmanirrohim
Terkait masalah yang di tanyakan oleh penanya,merupakan permaslahan yang di dalamnya terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama,baik dari generasi terdahulu hingga ulama kontemporer di masa ini.
Mayoritas ulama,dari para imam yang empat,berpendapat “pengharaman” membaca  ---terlebih lagi menyentuh ---mushaf Al Qur’an ---.Hingga imam An-Nawawi mengatakan,”Mazhab kami ---yaitu ulama Asy-Syafi’iyah ---berpendapat pengharaman bagi seorang yang junub dan wanita membaca Al Qur’an baik sedikit terlebih lagi banyak(ayat),bahkan walaupun setengah ayat.Dan pendapat ini merupakan pendapat mayoritas ulama.”
Mayoritas ulama ini berargumen dengan sejumlah dalil syara’,diantaranya:
  • Dasar pijakan/dalil yang pertama:
Dan tidaklah Al Qur’an tersebut di sentuh kecuali oleh al muthahharuun(QS.Al-Waqi’ah:79)

Dalam menafsirkan ayat ini,Ibnu katsir rohimahuLLah mengatakan,”Ulama lainnya menafsirkan bahwa maksud dari firman Allah Subhanahu wa Ta’ala “Dan tidaklah Al Qur’an tersebut di sentuh kecuali oleh al muthahharuun.”Yaitu bersih dari junub dan hadas.Mereka mengatakan bahwa konteks ayat ini bersifat pengkabaran,namun maknanya adalah perintah,yaitu tidak diperbolehkan menyentuh Al Qur’an kecuali dalam keadaan bersih/suci.Dan mereka mengatakan bahwa yang dimaksud dengan Al Qur’an pada ayat ini adalah mushaf,sebagaimana yang disebutkan dalam riwayat Imam Muslim,dari hadis Ibnu Umar rodhiyaLLahu ‘anhu,dia mengatakan bahwa RosuluLlah shollaLLahu ‘alaihi wasallam melarang seseorang berpergian dengan membawa Al Qur’an ke negeri musuh,karena dikhawatirkan Al-Qur’an tersebut akan di jangkau/direbut oleh pihak musuh.”(Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim,Surah Al-Waqi’ah)
Dan Mayoritas ulama ini memberikan jawaban atas makna”al-muthahharrun”yang diinterpretasikan/ditafsirkan oleh sebagian ulama sebagian para malaikat.Mereka mengatakan bahwa jika makna/tafsir ayat tersebut adalah malaikat,maka penyebutan kesucian mereka di ayat ini adalah isyarat akan kewajiban thaharah/bersuci bagi selain mereka di saat menyentuh mushaf Al-Qur’an,lebih diutamakan.

  • Dalil yang kedua:Hadis AbduLLah bin Abu Bakar bin Muhammad bin ‘Amru bin Hazm,bahwa di dalam sebuah surat yang ditulis oleh RosuluLLah shollaLLahu’alaihi wasallam kepada Amru bin Hazm,”Agar tidaklah seseorang menyentuh Al-Qur’an kecuali dalam keadaan bersih.”Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Malik di dalam Al-Muwaththa’dan dishahihkan oleh Imam Ahmad,Ibnu Abdil Barr mengatakan,”Ulama telah bersepakat untuk menerima dan mengamalkannya.”
  • Dalil yang ketiga:Bahwa pendapat ini adalah pendapat yang telah populer di generasi sahabat dan tabi’in,sampai sebagian menganggapnya hampir mencapai taraf ijma’/konsensus ulama.
Terdapat pendapat lainnya di kalangan ulama yang berpendapat hukum karahah(makruh)bagi wanita haid membaca Al-Qur’an demikian juga bagi orang junub.Dan wanita nifas dianalogikan kepada wanita haid.Pendapat tersebut adalah pendapat Umar bin Al-Khaththab rodhiyaLLahu ‘anhu,Ali bin Abi Thalib rodhiyaLLahu ‘anhu,Jabir bin AbduLLah rodhiyaLLahu’anhu,Al Hasan bin abi Al Hasan Al-Bashri rodhiyaLLahu’anhu,Ibrohim An-Nakhai,Az-Zuhri rodhiyaLLahu’anhu,Qatadah rodhiyaLLahu’anhu dan selainnya.Pendapat ini juga merupakan pendapat Imam Ahmad dan Ishaq bin Rahawaih.
Kedua pendapat di kalangan para ulama tersebut didasari oleh hadist yang diriwayatkan oleh AbduLLah bin Umar rodhiyaLLahu’anhu,di mana beliau mengatakan bahwa RosuluLLah shollaLLahu’alaihi wasallam bersabda,”Janganlah seorang wanita haid dan nifas membaca Al-Qur’an.”(Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi di dalam sunnah)
  • Pendapat lain dalam masalah ini,yakni pendapat beberpa ulama yang membolehkan bagi wanita untuk membaca Al-Qur’an dalam keadaan haid maupun nifas.Pendapat yang ini adalah pendapat yang diriwayatkan dari AbduLLah bin Abbas rodhiyaLLahu’anhu serta salah satu riwayat dari Imam Asy-Syafi’I sebagaimana yang di kutip oleh Abu Tsaur.
Mereka berargumen bahwa tidak terdapat keterangn yang shohih/otentik baik dari Al-Qur’an mau pun As-Sunnah yang menyebutkan larangan membaca Al-Qur’an dari mushhaf bagi wanita haid atau nifas.Mereka juga berargumen dengan hadis Aisyah rodiyaLLahu ‘anha pada saat pengerjaan haji,bahwa RosuluLLah shoLLaLLahu ‘alaihi wasallam bersabda kepadanya,”Kerjakanlah segala yang dilakukan oleh seorang yang berhaji,hanya saja engkau tidak diperbolehkan melakukan thawaf di BaituLlah.”(Hadis ini diriwayatkan oleh Al Bukhori no.294,1305,1289 dan 5548 dan oleh Muslim didalam Kitab Al-Hajj:119-120)
Sudah ma’ruf bahwa seorang yang sedang melakukan ihram,pastilah membaca Al-Qur’an,sementara RosuluLLah shoLLaLLahu’alaihi wasallam tidak melarang sama sekali.
Adapun hadis AbduLLah bin Umar rodhiyaLLahu’anhu,dimana RosuluLLah shoLLaLLahu ‘alaihi wasallam bersabda,”Janganlah seorang wanita haid dan nifas membaca Al-Qur’an.”Hadis ini adalah hadis dho’if(lemah),pada sanadnya terdapat Ismail bin ‘Ayyasy yang meriwayatkan hadis ini dari Musa bin ‘Uqbah.Yang shohih,hadis ini diriwayatkan secara mauquf dari perkataan Ibnu Umar rodhiyaLLahu’anhu.Hadis ini juga diingkari oleh Imam Ahmad,Al-Bukhori,Al-Baihaqi,Ibnu Adi dan selain mereka.
Sedangkan analogi membaca Al-Qur’an dengan menyentuh mushhaf Al Qur’an sebagaimana pandangan sebagian besar ulama,bukanlah suatu yang lazim.WaLLahu Ta’ala A’lam bish-Showab.
Lihat pembahasan ini lebih lanjut di dalam: Al-Muwaththa’2/178,As-Sunan Al-Kurba karya Al-Baihaqi 1/89 dan 309,Al Mushannaf karya Ibnu Abi Syaibah 2/256, Al Mushannaf Aburrazaq 1/335,Al-‘Ilal Wa Ma’rifah Ar-Rijal no.5675,Al-Ilal karya Ibnu Hatim no.116,Al-Istidzkar 2/458,Al-Awsath karya Ibnul Mundzir,Al-Isyraf karya Ibnul  Mundzir 1/296-298,Al-Majmu’Syarh Al-Muhadzdzab 2/182,Al Muhalla karya Ibnu Hazm 1/77-78,Nail Al-Wathar 2/320-324,Majmu’ Al-Fatawa Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah 21/459,Al-Fatawa Al-Iraqiyah 1/316-317 dan 443-444,Fatawa Al-Mar’ah Al-Muslimah hal 92 no.71-72 karya Syaikh Muqbil bin Hadi Al-Wadi’i.
Tanya jawab
“Saat mengalami haid atau nifas apakah boleh seorang wanita membaca Al-Qur’an atau masuk ke dalam masjid untuk mengajari anak-anak membaca Al-Qur’an?” –Dian(di_an***@yahoo.com)
BismiLlahirrohmanirrohim,
Masalah yang berkaitan dengan hukum membaca Al-Qur’an,baik sambil menyentuh mushhaf atau tidak telah disebutkan pada penjelasan di atas.Adapun terkait dengan hukum masuk ke masjid bagi wanita,ulama Islam telah berbeda pendapat dalam masalah ini,tidak terdapat dalil shohih yang dengan tegas melarang wanita haid masuk ke dalam masjid.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rohimahuLLah menyebutkan dalam salah satu fatwa beliau:”Seorang wanita berdiam di dalam masjid jika dalam keadaan darurat,adalah suatu hal yang diperbolehkan.Semisal jika wanita tersebut khawatir ada seseorang yang akan membunuh/menyakitinya apabila dia tidak masuk ke dalam masjid,atau dikarenakan udara yang sangat dingin,atau karena wanita tersebut tidak memiliki tempat bernaung selain masjid.Telah shahih diriwayatkan dari Nabi shoLLaLLahu ‘alaihi wasallam di dalam Shahih Muslim dan selainnya,dari hadis Aisyah rodhiyaLLahu’anhu,bahwa beliau mengatakan,RosuluLLah shoLLaLLahu ‘alaihi wasallam bersabda kepadaku,”Ambilkan al-khumrah(yaitu sajadah yang dipergunakan untuk sujud)dari dalam masjid.”Lalu aku berkata,”Aku dalam keadaan haid!”Beliau shoLLALLAHU ‘alaihi wasallam menjawab,”Sesungguhnya haidmu tidaklah berada pada tangan-mu.”1
Dan juga diriwayatkan dari hadis Maimunah rodhiyaLLahu ‘anha istri nabi shoLLAllahu’alaihi wasallam,beliau mengatakan,RosuluLLAH shollaLLahu’alaihi wasallam pernah meletakkan kepala beliau di pangkuan salah seorang dari kami,sambil beliau melantunkan Al-Qur’an,sementara istri beliau dalam keadaan haid.Dam salah seorang kami berdiri mengambilkan khumrah beliau ke masjid kemudian menghamparkannya,dan istri beliau ShoLLallahu’alaihi wasallam tersebut juga dalam keadaan haid.(Diriwayatkan oleh An-Nasa’i2)
Abu Dawud juga telah meriwayatkan dari hadis Aisyah rodhiyaLLahu’anha dari beliau ShollaLLahu ‘alaihi wasallam,bahwa beliau ShollaLLahu’alaihi wasallam bersabda,”Saya tidak menghalalkan/membolehkan masjid bagi seorang yang dalam keadaan junub dan tidak juga bagi wanita yang dalam keadaan haid.”3
Ibnu Majah juga meriwayatkan hadis Ummu Salamah rodhiyaLLahu’anha4.Namun kedua hadis tersebut adalah hadis yang diperbincangkan di kalangan ulama hadis.
Karena inilah sebagian besar ulama seperti Imam Asy-Syafi’I,Ahmad dan selain mereka berdua berpendapat adanya perbedaan antara melintasi masjid dan berdiam di dalamnya sebagai interpretasi penyautan hadis-hadis di atas.
Dan di antara para ulama,terdapat pendapat yang melarang wanita haid berdiam diri dan melintas di dalam masjid,semisal Imam Abu Hanifah dan Imam Malik.Dan diantara para ulama,ada yang membolehkan masuk ke dalam masjid bagi wanita haid.”
Selesai dari Al-Fatawa Al-'Iraqiyah Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rohimahuLLah.





Footnote:
1)      Hadis Aisyah rodhiyaLLahu’anha diriwayatkan oleh Ashhab As-Sittah kecuali Al-Bukhori.Hadis  yang      serupa juga diriwayatkan dari hadis Abu Hurairah rodhiyaLLahu’anhu,pada Shahih Muslim dan selainnya.
2)      Pada sanadnya terdapat Manbudz bin Abi Sulaiman dari ibunya,dan keduanya adalah perawi yang majhul.Namun terdapat hadis yang senada dari hadis Aisyah rodhiyaLLahu’anha,beliau mengatakan bahwa RosuluLLah shoLLaLLAHU ‘alaihi wasallam sering meletakkan kepala beliau di pangkuanku kemudian beliau melantunkan Al-Qur’an.Hadis ini diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim.
3)      Dari jalan Al-Aflat bin Khalifah dari Jasrah binti Dujajah.Jasrah binti Dujajah,seperi disebutkan oleh Al-Hafizh di dalam At-Taqrib,”Dia perawi yang maqbullah”Yaitu hadisnya lemah kecuali jika terdapat jalan yang menguatkannya(yaitu pada kedudukan mutaba’ah dan syawahid) 
4)      Pada sanadnya terdapat Abu Al-Khaththab Al-Hajari dari Mamduh Adz-Dzuhli  dan keduanya perawi yang majhul.


Sumber:Majalah Akhwat vol.2/1431/2010 halaman 80-83,www.akhwat.or.id,www.akhwat.web.id,www.darussunnah.or.id 


Fatwa Ulama
Telah ditanyakan kepada Al-Muhaddis Syaikh Muhammad Nasruddin Al-Albani rohimahuLLAH:”Apakah diperbolehkan bagi seorang wanita haid masuk ke dalam masjid?”
Jawab:
Diperbolehkan bagi wanita haid masuk ke dalam masjid dengan dalil salbi dan dalil lainnya dalil ijabi.
Adapun dalil salbi,yaitu tidak terdapat dalil yang melarang wanita memasuki masjid.Dan dalil ini sejalan dengan kaidah ushuliyah yang menyatakan:”Hukum asal dari segala sesuatu adalah pembolehan.Dan larangan terhadap sesuatu dituntut untuk menghadirkan dalil yang spesifik.”Dan tidak satu pun hadis yang shahih dalam hal pelarangan wanita haid masuk ke dalam masjid.
Sedangkan dalil ijabi,yaitu hadis Aisyah rodhiyaLLahu’anha di dalam Shahih Al-Bukhari dari hadis Jabir bin AbduLLAH Al-Anshari rodhiyaLLAHu ‘anhu,di saat beliau ---Aisyah rodhiyaLLAHU’anha ---mengalami masa haid pada haji al-wada’.Dan Nabi shoLLALLAHU’alaihi wasallam singgah di tempat yang dekat dari Makkah yang dinamakan Sarf.Ketika RosuluLLAh shollaLLAHu’alaihi wasallam masuk menemui Aisyah rodhiyaLLAHU’anha,beliau shollaLLAhu’alaihi wasallam mendapatinya dalam keadaan menangis,maka beliau shollaLLAHU’alaihi wasallam bertanya kepadanya,”Ada apakah denganmu?Apakah engkau mengalami haid?”Beliau shollaLLAHU’alaihi wasallam kembali bersabda,”Sesungguhnya ini(haid)adalah sesuatu yang Allah telah gariskan bagi putri-putri Adam.Lakukanlah semua yang dikerjakan oleh para haji hanya saja engkau tidak diperbolehkan mengerjakan thawaf dan sholat.”
Hadis ini adalah nash pembolehan bagi wanita haid untuk masuk ke dalam masjid,bahkan ke dalam masjidil Haram,Dikarenakan Nabi shollaLLAHu’alaihi wasallam membolehkan bagi Aisyah rodhiyaLLahu’anha untuk melakukan semua amalan yang dikerjakan para pengerja ibadah haji.Adapun bagi wanita haid,dikecualikan dari setiap amalan dalam manasik haji yang dikerjakan oleh orang yang sedang berhaji,wanita haid tidak diperbolehkan mengerjakan thawaf dan tidak juga mengerjakan sholat.
Dengan demikian,wanita haid diperbolehkan masuk ke dalam masjid,membaca mushhaf,dan siapa saja yang mengklaim pendapat yang menyelisihi hal itu,diharuskan baginya untuk menetapkan dalil pengharaman.Kemudian  - -juga –menetapkan bahwa pengharaman ini setelah pembolehan tersebut.”(Lihat di dalam Masa’il Nisaa’iyah Mukhtarah Min Fiqh Al-‘Allamah Al-Albani hal.21)
Semoga bermanfaat untuk ana khususnya dan muslimah lain pada umumnya.


Sumber:Majalah akhwat vol.2/1431/2010 halaman 84,www.akhwat.or.id,www.akhwat.web.id,www.darussunnah.or.id

Makna Istihadhah Dan Kondisi Wanita Mustahadhah


by Khodijah Al Atsariyyah on Saturday, August 28, 2010 at 2:08am
 Minggu, 15 Mei 2005 06:57:19 WIB

ISTIHADHAH DAN HUKUM-HUKUMNYA


Oleh Syaikh Muhammad bin Shaleh Al 'Utsaimin Bagian Pertama dari Dua Tulisan [1/2]


[1]. Makna Istihadhah

Istihadhah ialah keluamya darah terus-menerus pada seorang wanita tanpa henti sama sekali atau berhenti sebentar seperti sehari atau dua hari dalam sebulan.

Dalil kondisi pertama, yakni keluamya darah terus-menerus tanpa henti sama sekali, hadits riwayat Al- Bukhari dari Aisyah Radhiyallahu 'anha bahwa Fatimah binti Abu Hubaisy berkata kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam :

"Ya Rasulullah, sungguh aku ini tak pemah suci " Dalam riwayat lain• "Aku mengalami istihadhah maka tak pemah suci. "

Dalil kondisi kedua, yakni darah tidak berhenti kecuali sebentar, hadits dari Hamnah binti Jahsy ketika datang kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dan berkata:

"Ya Rasulullah, sungguh aku sedang mengalami Istihadhah yang deras sekali. " [Hadits riwayat Ahmad,AbuDawud dan At-Tirmidi dengan menyatakan shahih. Disebutkan pula bahwa hadits ini menurut Imam Ahmad shahih, sedang menurut Al-Bukhari hasan]

[2]. Kondisi Wanita Mustahadhah

Ada tiga kondisi bagi wanita mustahadhah: [a]. Sebelum mengalami istihadhah, ia mempunyai haid yang jelas waktunya. Dalam kondisi ini, hendaklah ia berpedoman kepada jadwal haidnya yang telah diketahui sebelumnya. Maka pada masa itu dihitung sebagai haid dan berlaku baginya hukum-hukum haid. Adapun selain masa tersebut merupakan istihadhah yang berlaku baginya hukum-hukum istihadhah.

Misalnya, seorang wanita biasanya haid selama enam hari pada setiap awal bulan, tiba-tiba mengalami istihadhah dan darahnya keluar terus-menerus. Maka masa haidnya dihitung enam hari pada setiap awal bulan, sedang selainnya merupakan istihadhah. Berdasarkan hadits Aisyah Radhiyallahu 'anha bahwa Fatimah binti Abi Hubaisy bertanya kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam : "Ya Rasulullah, sungguh aku mengalami istihadhah maka tidak pernah suci, apakah aku meninggalkan shalat? Nabi menjawab: Tidak, itu adalah darah penyakit. Namun tinggalkan shalat sebanyak hari yang biasanya kamu haid sebelum itu, kemudian mandilah dan lakukan shalat. "[Hadits riwayat Al-Bukhari]

Diriwayatkan dalam Shahih Muslim bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda kepada Ummu Habibah binti Jahsy: "Diamlah selama masa haid yang biasa menghalangimu, lalu mandilah dan lakukan shalat. " Dengan demikian,wanita mustahadhah yang haidnya sudah jelas waktunya menunggu selama masa haidnya itu. Setelah itu mandi dan shalat, biar pun darah pada saat itu masih keluar.

[b]. Tidak mempunyai haid yang jelas waktunya sebelum mengalami istihadhah, karena istihadhah tersebut terus-menerus terjadi padanya mulai dari saat pertama kali ia mendapati darah. Dalam kondisi ini, hendaklah ia melakukan tamyiz (pembedaan); seperti jika darahnya berwarna hitam, atau kental,. atau berbau maka yang terjadi adalah haid dan berlaku baginya hukum-hukum haid. Dan jika tidak demikian, yang terjadi adalah istihadhah dan berlaku baginya hukum-hukum istihadhah.

Misalnya, seorang wanita pada saat pertama kali mendapati darah dan darah itu keluar terus menerus; akan tetapi ia dapati selama sepuluh hari dalam sebulan darahnya berwama hitam kemudian setelah itu berwama merah, atau ia dapati selama sepuluh hari dalam sebulan darahnya kental kemudian setelah itu encer, atau ia dapati selama sepuluh hari dalam sebulan berbau darah haid tetapi setelah itu tidak berbau maka haidnya yaitu darah yang berwama hitam (pada kasus pertama), darah kental (pada kasus kedua) dan darah yang berbau (padakasus ketiga). Sedangkan selain hal tersebut, dianggap sebagai darah istihadhah.

Berdasarkan sabda Nabi shallallahu 'alaihi wasallam kepada Fatimah binti Abu Hubaisy: “Darah haid yaitu apabila berwarna hitam yang dapat diketahui. Jika demikian maka tinggalkan shalat. Tetapi jika selainnya maka berwudhulah dan lakukan shalat karena itu darah penyakit.” [Hadits riwayat Abu Dawud, An-Nasa'i dan dinyatakan shahih oleh Ibnu Hibban dan Al-Hakim]

Hadits ini, meskipun perlu ditinjau lagi dari segi sanad dan matannya, telah diamalkan oleh para ulama' rahimahumullah. Dan hal itu lebih utama daripada dikembalikan kepada kebiasaan kaum wanita pada umumnya.

[c]. Tidak mempunyai haid yangjelas waktunya dan tidak bisa dibedakan secara tepat darahnya. Seperti: jika istihadhah yang dialaminya terjadi terus-menerus mulai dari saat pertama kali melihat darah sementara darahnya menurut satu sifat saja atau berubah-ubah dan tidak mungkin dianggap sebagai darah haid. Dalam kondisi ini, hendaklah ia mengambil kebiasaan kaum wanita pada umumnya.

Maka masa haidnya adalah enam atau tujuh hari pada setiap bulan dihitung mulai dari saat pertama kali mendapati darah Sedang selebihnya merupakan istihadhah.

Misalnya, seorang wanita saat pertama kali melihat darah pada tanggal 5 dan darah itu keluar terus-menerus tanpa dapat dibedakan secara tepat mana yang darah haid, baik melalui wama ataupun dengan cara lain. Maka haidnya pada setiap bulan dihitung selama enam atau tujuh hari dimulai dari tanggal tersebut. Hal ini berdasarkan hadits Hamnah binti Jahsy Radhiyallahu 'anha bahwa ia berkata kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam : "Ya Rasulullah, sungguh aku sedang mengalami istihadah yang deras sekali. Lalu bagaimana pendapatmu tentangnya karena ia telah menghalangiku shalat dan berpuasa? Beliau bersabda: "Aku beritahukan kepadamu (untuk menggunakan) kapas dengan melekatkannya pada farji, karena hal itu dapat menyerap darah". Hamnah berkata: "Darahnya lebih banyak dari itu". Nabipun bersabda: "Ini hanyalah salah satu usikan syetan. Maka hitunglah haidmu 6 atau 7 hari menurut ilmu Allah Ta'ala lalu mandilah sampai kamu merasa telah bersih dan suci, kemudian shalatlah selama 24 atau 3 hari, dan puasalah." [Hadits riwayat Ahmad,Abu Dawud dan At-Tirmidzi. Menurut Ahmad dan At-Tirmidzi hadits ini shahih, sedang menurut Al-Bukhari hasan]

Sabda Nabi shallallahu 'alaihi wasallam : 6 atau 7 hari tersebut bukan untuk memberikan pilihan, tapi agar si wanita berijtihad dengan cara memperhatikan mana yang lebih mendekati kondisinya dari wanita lain yang lebih mirip kondisi fisiknya, lebih dekat usia dan hubungan kekeluargaannya serta memperhatikan mana yang lebih mendekati haid dari keadaan darahnya dan pertimbangan-pertimbangan lainnya.

Jika kondisi yang lebih mendekati selama 6 hari, maka dia hitung masa haidnya 6 hari; tetapi jika kondisi yang lebih mendekati selama 7 hari, maka dia hitung masa haidnya 7 hari.

[Disalin dari buku Risalah Fid Dimaa' Ath-Thabii'iyah Lin-Nisa' Penulis Syaikh Muhammad bin Shaleh Al 'Utsaimin, dengan edisi Indonesia Darah Kebiasaan Wanita hal 44 - 49 terbitan Darul Haq, Penerjemah Muhammad Yusuf Harin. MA] 

Hukum Qunut Subuh


by Khodijah Al Atsariyyah on Saturday, August 28, 2010 at 2:38am
 
BismillahAssalamu’alaykum wa rohmatullohhi wa barokatuh,Semoga Alloh ‘Azza wa Jalla senantiasa menjaga dan menyayangi Ustadz Zulqarnain dan keluargaAna minta keridhoan ALLOH untuk mencintai anta karena-NYAAfwan sebelumnya Ustadz,ana minta pencerahan lagi tentang alfatihah makmum iniana pernah mendapat penjelasan tentang- bacaan imam juga bacaan makmum- hendaknya kita menyimak bacaan imam sehingga jika bacaan imam salah maka kita bisa mengingatkannya- jika belum sempat membaca alfatiha tapi bisa mendapatkan rukuknya imam maka sudah dihitung dapat rakaat tersebutTerkait dengan penjelasan dibawah ini, apakah ada penjelasan lebih terperincisehingga kita memilih salah satu pendapat ini?Tolong bantuan antum yaa ustadz hafidahullohhu ta’ala..Jazakallohhu khoiron wa baarokallohhu fiykum

Ahmad, Sumsel

Ini tulisan saya tentang qunut subah. Dimuat di Risalah IlmiyahAn-Nashihah vol. 3

HUKUM QUNUT SHUBUH
Pertanyaan :Salah satu masalah kontraversial di tengah masyarakat adalah qunutShubuh. Sebagian menganggapnya sebagai amalan sunnah, sebagian lainmenganggapnya pekerjaan bid’ah. Jelaskan hukum qunut Shubuh sebenarnya ?

Jawab :Dalam masalah ibadah, menetapkan suatu amalan bahwa itu adalahdisyariatkan (wajib maupun sunnah) terbatas pada adanya dalil dariAl-Qur’an maupun As-sunnah yang shohih menjelaskannya. Kalau tidak adadalil yang benar maka hal itu tergolong membuat perkara baru dalamagama (bid’ah), yang terlarang dalam syariat Islam sebagaimana dalamhadits Aisyah riwayat Bukhary-Muslim :“Siapa yang yang mengadakan hal baru dalam perkara kami ini (dalamAgama-pent.) apa yang sebenarnya bukan dari perkara maka hal ituadalah tertolak”. Dan dalam riwayat Muslim : “Siapa yang berbuat satuamalan yang tidak di atas perkara kami maka ia (amalan) adalah tertolak”.

Dan ini hendaknya dijadikan sebagai kaidah pokok oleh setiap muslimdalam menilai suatu perkara yang disandarkan kepada agama.Setelah mengetahui hal ini, kami akan berusaha menguraikanpendapat-pendapat para ulama dalam masalah ini.

Uraian Pendapat Para UlamaAda tiga pendapat dikalangan para ulama, tentang disyariatkan atautidaknya qunut Shubuh.Pendapat pertama : Qunut shubuh disunnahkan secara terus-menerus, iniadalah pendapat Malik, Ibnu Abi Laila, Al-Hasan bin Sholih dan ImamSyafi’iy.Pendapat kedua : Qunut shubuh tidak disyariatkan karena qunut itusudah mansukh (terhapus hukumnya). Ini pendapat Abu Hanifah, SufyanAts-Tsaury dan lain-lainnya dari ulama Kufah.Pendapat ketiga : Qunut pada sholat shubuh tidaklah disyariatkankecuali pada qunut nazilah maka boleh dilakukan pada sholat shubuh danpada sholat-sholat lainnya. Ini adalah pendapat Imam Ahmad, Al-Laitsbin Sa’d, Yahya bin Yahya Al-Laitsy dan ahli fiqh dari para ulamaahlul hadits.

Dalil Pendapat PertamaDalil yang paling kuat yang dipakai oleh para ulama yang menganggapqunut subuh itu sunnah adalah hadits berikut ini :“Terus-menerus Rasulullah shollallahu `alaihi wa alihi wa sallam qunutpada sholat Shubuh sampai beliau meninggalkan dunia”.

Dikeluarkan oleh `Abdurrozzaq dalam Al Mushonnaf 3/110 no.4964, Ahmad3/162, Ath-Thohawy dalam Syarah Ma’ani Al Atsar 1/244, Ibnu Syahindalam Nasikhul Hadits Wamansukhih no.220, Al-Hakim dalam kitabAl-Arba’in sebagaimana dalam Nashbur Royah 2/132, Al-Baihaqy 2/201 dandalam Ash-Shugro 1/273, Al-Baghawy dalam Syarhus Sunnah 3/123-124no.639, Ad-Daruquthny dalam Sunannya 2/39, Al-Maqdasy dalamAl-Mukhtaroh 6/129-130 no.2127, Ibnul Jauzy dalam At-Tahqiq no.689-690dan dalam Al-`Ilal Al-Mutanahiyah no.753 dan Al-Khatib Al-Baghdadydalam Mudhih Auwan Al Jama’ wat Tafriq 2/255 dan dalam kitab Al-Qunutsebagaimana dalam At-Tahqiq 1/463.Semuanya dari jalan Abu Ja’far Ar-Rozy dari Ar-Robi’ bin Anas dariAnas bin Malik.

Hadits ini dishohihkan oleh Muhammad bin `Ali Al-Balkhy dan Al-Hakimsebagaimana dalam Khulashotul Badrul Munir 1/127 dan disetujui pulaoleh Imam Al-Baihaqy. Namun Imam Ibnu Turkumany dalam Al-JauharAn-Naqy berkata : “Bagaimana bisa sanadnya menjadi shohih sedang rowiyang meriwayatkannya dari Ar-Robi’ bin Anas adalah Abu Ja’far `Isa binMahan Ar-Rozy mutakallamun fihi (dikritik)”. Berkata Ibnu Hambal danAn-Nasa`i : “Laysa bil qowy (bukan orang yang kuat)”. Berkata AbuZur’ah : “Yahimu katsiran (Banyak salahnya)”. Berkata Al-Fallas :“Sayyi`ul hifzh (Jelek hafalannya)”. Dan berkata Ibnu Hibban : “Diabercerita dari rowi-rowi yang masyhur hal-hal yang mungkar”.”Dan Ibnul Qoyyim dalam Zadul Ma’ad jilid I hal.276 setelah menukilsuatu keterangan dari gurunya Ibnu Taimiyah tentang salah satu bentukhadits mungkar yang diriwayatkan oleh Abu Ja’far Ar-Rozy, beliauberkata : “Dan yang dimaksudkan bahwa Abu Ja’far Ar-Rozy adalah orangyang memiliki hadits-hadits yang mungkar, sama sekali tidak dipakaiberhujjah oleh seorang pun dari para ahli hadits periwayatan haditsnyayang ia bersendirian dengannya”.Dan bagi siapa yang membaca keterangan para ulama tentang Abu Ja’farAr-Rozy ini, ia akan melihat bahwa kritikan terhadap Abu Ja’far iniadalah Jarh mufassar (Kritikan yang jelas menerangkan sebab lemahnyaseorang rawi). Maka apa yang disimpulkan oleh Ibnu Hajar dalamTaqrib-Tahdzib sudah sangat tepat. Beliau berkata : “Shoduqun sayi`ulhifzh khususon `anil Mughiroh (Jujur tapi jelek hafalannya, terlebihlagi riwayatnya dari Mughirah).Maka Abu Ja’far ini lemah haditsnya dan hadits qunut subuh yang iariwayatkan ini adalah hadits yang lemah bahkan hadits yang mungkar.

Dihukuminya hadits ini sebagai hadits yang mungkar karena 2 sebab :Satu : Makna yang ditunjukkan oleh hadits ini bertentangan denganhadits shohih yang menunjukkan bahwa Nabi shollallahu `alaihi wa alihiwa sallam tidak melakukan qunut kecuali qunut nazilah, sebagaimanadalam hadits Anas bin Malik :“Sesungguhnya Nabi shollallahu `alaihi wa alihi wa sallam tidakmelakukan qunut kecuali bila beliau berdo’a untuk (kebaikan) suatukaum atau berdo’a (kejelekan atas suatu kaum)”. Dikeluarkan oleh IbnuKhuzaimah 1/314 no. 620 dan dan Ibnul Jauzi dalam At-Tahqiq 1/460 dandishahihkan oleh Syeikh Al-Albani dalam Ash-Shahihah no. 639.

Kedua : Adanya perbedaan lafazh dalam riwayat Abu Ja’far Ar-Rozy inisehingga menyebabkan adanya perbedaan dalam memetik hukum dariperbedaan lafazh tersebut dan menunjukkan lemahnya dan tidak tetapnyaia dalam periwayatan. Kadang ia meriwayatkan dengan lafazh yangdisebut di atas dan kadang meriwayatkan dengan lafazh :“Sesungguhnya Nabi shollahu `alahi wa alihi wa sallam qunut padashalat Subuh”.

Hadits ini diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah dalam Al Mushonnaf 2/104no.7003 (cet. Darut Taj) dan disebutkan pula oleh imam Al Maqdasydalam Al Mukhtarah 6/129.

Kemudian sebagian para `ulama syafi’iyah menyebutkan bahwa hadits inimempunyai beberapa jalan-jalan lain yang menguatkannya, maka mari kitamelihat jalan-jalan tersebut :

Jalan Pertama : Dari jalan Al-Hasan Al-Bashry dari Anas bin Malik,beliau berkata :“Rasulullah Shollallahu `alaihi wa alihi wa Sallam, Abu Bakar, `Umardan `Utsman, dan saya (rawi) menyangka “dan keempat” sampai sayaberpisah denga mereka”.

Hadits ini diriwayatkan dari Al Hasan oleh dua orang rawi :Pertama : `Amru bin `Ubaid. Dikeluarkan oleh Ath-Thohawy dalam SyarahMa’ani Al Atsar 1/243, Ad-Daraquthny 2/40, Al Baihaqy 2/202, Al Khatibdalam Al Qunut dan dari jalannya Ibnul Jauzy meriwayatkannya dalamAt-Tahqiq no.693 dan Adz-Dzahaby dalam Tadzkiroh Al Huffazh 2/494. Dan`Amru bin `Ubaid ini adalah gembong kelompok sesat Mu’tazilah dandalam periwayatan hadits ia dianggap sebagai rawi yang matrukul hadits(ditinggalkan haditsnya).Kedua : Isma’il bin Muslim Al Makky, dikeluarkan oleh Ad-Daraquthnydan Al Baihaqy. Dan Isma’il ini dianggap matrukul hadits oleh banyakorang imam. Baca : Tahdzibut Tahdzib.

Catatan :Berkata Al Hasan bin Sufyan dalam Musnadnya : Menceritakan kepada kamiJa’far bin Mihron, (ia berkata) menceritakan kepada kami `Abdul Waritsbin Sa’id, (ia berkata) menceritakan kepada kami Auf dari Al Hasandari Anas beliau berkata :“Saya sholat bersama Rasulullah Shollallahu `alaihi wa alihi wa Sallammaka beliau terus-menerus qunut pada sholat Subuh sampai saya berpisahdengan beliau”.

Riwayat ini merupakan kekeliruan dari Ja’far bin Mihron sebagaimanayang dikatakan oleh imam Adz-Dzahaby dalam Mizanul I’tidal 1/418.Karena `Abdul Warits tidak meriwayatkan dari Auf tapi dari `Amru bin`Ubeid sebagaiman dalam riwayat Abu `Umar Al Haudhy dan Abu Ma’mar –dan beliau ini adalah orang yang paling kuat riwayatnya dari `AbdulWarits-.

Jalan kedua : Dari jalan Khalid bin Da’laj dari Qotadah dari Anas binMalik :“Saya sholat di belakang Rasulullah shollallahu `alaihi wa alihi wasallam lalu beliau qunut, dan dibelakang `umar lalu beliau qunut dandi belakang `Utsman lalu beliau qunut”.

Dikeluarkan oleh Al Baihaqy 2/202 dan Ibnu Syahin dalam NasikhulHadits wa Mansukhih no.219. Hadits di atas disebutkan oleh Al Baihaqysebagai pendukung untuk hadits Abu Ja’far Ar-Rozy tapi Ibnu Turkumanydalam Al Jauhar An Naqy menyalahkan hal tersebut, beliau berkata :“Butuh dilihat keadaan Khalid apakah bisa dipakai sebagai syahid(pendukung) atau tidak, karena Ibnu Hambal, Ibnu Ma’in danAd-Daruquthny melemahkannya dan Ibnu Ma’in berkata di (kesempatanlain) : laisa bi syay`in (tidak dianggap) dan An-Nasa`i berkata :laisa bi tsiqoh (bukan tsiqoh). Dan tidak seorangpun dari pengarangKutubus Sittah yang mengeluarkan haditsnya. Dan dalam Al-Mizan, AdDaraquthny mengkategorikannya dalam rowi-rowi yang matruk.Kemudian yang aneh, di dalam hadits Anas yang lalu, perkataannya“Terus-menerus beliau qunut pada sholat Subuh hingga beliaumeninggalkan dunia”, itu tidak terdapat dalam hadits Khalid. Yang adahanyalah “beliau (nabi) `alaihis Salam qunut”, dan ini adalah perkarayang ma’ruf (dikenal). Dan yang aneh hanyalah terus-menerusmelakukannya sampai meninggal dunia. Maka di atas anggapan dia cocoksebagai pendukung, bagaimana haditsnya bisa dijadikan sebagai syahid(pendukung)”.

Jalan ketiga : Dari jalan Ahmad bin Muhammad dari Dinar bin `Abdillahdari Anas bin Malik :“Terus-menerus Rasulullah Shollallahu `alaihi wa alihi wa Sallam qunutpada sholat Subuh sampai beliau meninggal”.

Dikeluarkan oleh Al Khatib dalam Al Qunut dan dari jalannya, IbnulJauzy dalam At-Tahqiq no. 695.Ahmad bin Muhammad yang diberi gelar dengan nama Ghulam Khalil adalahsalah seorang pemalsu hadits yang terkenal. Dan Dinar bin `Abdillah,kata Ibnu `Ady : “Mungkarul hadits (Mungkar haditsnya)”. Dan berkataIbnu Hibban : “Ia meriwayatkan dari Anas bin Malik perkara-perkarapalsu, tidak halal dia disebut di dalam kitab kecuali untuk mencelanya”.

Kesimpulan pendapat pertama:Jelaslah dari uraian diatas bahwa seluruh dalil-dalil yang dipakaioleh pendapat pertama adalah hadits yang lemah dan tidak bisa dikuatkan.Kemudian anggaplah dalil mereka itu shohih bisa dipakai berhujjah,juga tidak bisa dijadikan dalil akan disunnahkannya qunut subuh secaraterus-menerus, sebab qunut itu secara bahasa mempunyai banyakpengertian. Ada lebih dari 10 makna sebagaimana yang dinukil olehAl-Hafidh Ibnu Hajar dari Al-Iraqi dan Ibnul Arabi.1) Doa2) Khusyu’3) Ibadah4) Taat5) Menjalankan ketaatan.6) Penetapan ibadah kepada Allah7) Diam8) Shalat9) Berdiri10) Lamanya berdiri11) Terus menerus dalam ketaatan

Dan ada makna-makna yang lain yang dapat dilihat dalam TafsirAl-Qurthubi 2/1022, Mufradat Al-Qur’an karya Al-Ashbahany hal. 428 danlain-lain.Maka jelaslah lemahnya dalil orang yang menganggap qunut subuhterus-menerus itu sunnah.

Dalil Pendapat KeduaMereka berdalilkan dengan hadits Abu Hurairah riwayat Bukhary-Muslim :“Adalah Rasulullah shollallahu `alaihi wa alihi wa sallam ketikaselesai membaca (surat dari rakaat kedua) di shalat Fajr dan kemudianbertakbir dan mengangkat kepalanya (I’tidal) berkata : “Sami’allahuliman hamidah rabbana walakal hamdu, lalu beliau berdoa dalaam keadaanberdiri. “Ya Allah selamatkanlah Al-Walid bin Al-Walid, Salamah binHisyam, `Ayyasy bin Abi Rabi’ah dan orang-orang yang lemah dari kaummu`minin. Ya Allah keraskanlah pijakan-Mu (adzab-Mu) atas kabilahMudhar dan jadianlah atas mereka tahun-tahun (kelaparan) sepertitahun-tahun (kelaparan yang pernah terjadi pada masa) Nabi Yusuf.Wahai Allah, laknatlah kabilah Lihyan, Ri’lu, Dzakwan dan `Ashiyahyang bermaksiat kepada Allah dan Rasul-Nya. Kemudian sampai kepadakami bahwa beliau meningalkannya tatkala telah turun ayat : “Tak adasedikitpun campur tanganmu dalam urusan mereka itu atau Allah menerimataubat mereka, atau mengazab mereka, karena sesungguhnya mereka ituorang-orang yang zalim”. (HSR.Bukhary-Muslim)

Berdalilkan dengan hadits ini menganggap mansukh-nya qunut adalahpendalilan yang lemah karena dua hal :Pertama : ayat tersebut tidaklah menunjukkan mansukh-nya qunutsebagaimana yang dikatakan oleh Imam Al-Qurthuby dalam tafsirnya,sebab ayat tersebut hanyalah menunjukkan peringatan dari Allah bahwasegala perkara itu kembali kepada-Nya. Dialah yang menentukannya danhanya Dialah yang mengetahui perkara yang ghoib.

Kedua : Diriwayatkan oleh Bukhary – Muslim dari Abu Hurairah, beliauberkata :


Dari Abi Hurairah radliyallahu `anhu beliau berkata : “Demi Allah,sungguh saya akan mendekatkan untuk kalian cara shalat Rasulullahshallallahu `alaihi wa alihi wa sallam. Maka Abu Hurairah melakukanqunut pada shalat Dhuhur, Isya’ dan Shubuh. Beliau mendoakan kebaikanuntuk kaum mukminin dan memintakan laknat untuk orang-orang kafir”.

Ini menunjukkan bahwa qunut nazilah belum mansukh. Andaikata qunutnazilah telah mansukh tentunya Abu Hurairah tidak akan mencontohkancara sholat Nabi shallallahu `alaihi wa alihi wa sallam dengan qunutnazilah.

Dalil Pendapat Ketiga

Satu : Hadits Sa’ad bin Thoriq bin Asyam Al-Asyja’i


“Saya bertanya kepada ayahku : “Wahai ayahku, engkau sholat dibelakang Rasulullah shallallahu `alaihi wa alihi wa sallam dan dibelakang Abu Bakar, `Umar, `Utsman dan `Ali radhiyallahu `anhum disini dan di Kufah selama 5 tahun, apakah mereka melakukan qunut padasholat subuh ?”. Maka dia menjawab : “Wahai anakku hal tersebut (qunutsubuh) adalah perkara baru (bid’ah)”. Dikeluarkan oleh Tirmidzy no.402, An-Nasa`i no.1080 dan dalam Al-Kubro no.667, Ibnu Majah no.1242,Ahmad 3/472 dan 6/394, Ath-Thoyalisy no.1328, Ibnu Abi Syaibah dalamAl Mushonnaf 2/101 no.6961, Ath-Thohawy 1/249, Ath-Thobarany8/no.8177-8179, Ibnu Hibban sebagaimana dalam Al-Ihsan no.1989,Baihaqy 2/213, Al-Maqdasy dalam Al-Mukhtarah 8/97-98, Ibnul Jauzydalam At-Tahqiq no.677-678 dan Al-Mizzy dalam Tahdzibul Kamal dandishohihkan oleh syeikh Al-Albany dalam Irwa`ul Gholil no.435 dansyeikh Muqbil dalam Ash-Shohih Al-Musnad mimma laisa fi Ash-Shohihain.

Dua : Hadits Ibnu `Umar


” Dari Abu Mijlaz beliau berkata : saya sholat bersama Ibnu `Umarsholat shubuh lalu beliau tidak qunut. Maka saya berkata : apakahlanjut usia yang menahanmu (tidak melakukannya). Beliau berkata : sayatidak menghafal hal tersebut dari para shahabatku”. Dikeluarkan olehAth-Thohawy 1\246, Al-Baihaqy 2\213 dan Ath-Thabarany sebagaimanadalam Majma’ Az-Zawa’id 2\137 dan Al-Haitsamy berkata :”rawi-rawinyatsiqoh”.

Ketiga : tidak ada dalil yang shohih menunjukkan disyari’atkannyamengkhususkan qunut pada sholat shubuh secara terus-menerus.

Keempat : qunut shubuh secara terus-menerus tidak dikenal dikalanganpara shahabat sebagaimana dikatakan oleh Ibnu `Umar diatas, bahkansyaikul islam Ibnu Taimiyah dalam Majmu’ Al-Fatawa berkata : “dandemikian pula selain Ibnu `Umar dari para shahabat, mereka menghitunghal tersebut dari perkara-perkara baru yang bid’ah”.

Kelima : nukilan-nukilan orang-orang yang berpendapat disyari’atkannyaqunut shubuh dari beberapa orang shahabat bahwa mereka melakukanqunut, nukilan-nukilan tersebut terbagi dua :1) Ada yang shohih tapi tidak ada pendalilan dari nukilan-nukilantersebut.2) Sangat jelas menunjukkan mereka melakukan qunut shubuh tapi nukilantersebut adalah lemah tidak bisa dipakai berhujjah.

Keenam: setelah mengetahui apa yang disebutkan diatas maka sangatlahmustahil mengatakan bahwa disyari’atkannya qunut shubuh secaraterus-menerus dengan membaca do’a qunut “Allahummahdinaa fi manhadait…….sampai akhir do’a kemudian diaminkan oleh para ma’mum,andaikan hal tersebut dilakukan secara terus menerus tentunya akandinukil oleh para shahabat dengan nukilan yang pasti dan sangat banyaksebagaimana halnya masalah sholat karena ini adalah ibadah yang kalaudilakukan secara terus menerus maka akan dinukil oleh banyak parashahabat. Tapi kenyataannya hanya dinukil dalam hadits yang lemah.Demikian keterangan Imam Ibnul qoyyim Al-Jauziyah dalam Zadul Ma’ad.

Kesimpulan

Jelaslah dari uraian di atas lemahnya dua pendapat pertama dan kuatnyadalil pendapat ketiga sehinga memberikan kesimpulan pasti bahwa qunutshubuh secara terus-menerus selain qunut nazilah adalah bid’ah tidakpernah dilakukan oleh Rasulullah dan para shahabatnya. Wallahu a’lam.

Silahkan lihat permasalahan ini dalam Tafsir Al Qurthuby 4/200-201, AlMughny 2/575-576, Al-Inshof 2/173, Syarh Ma’any Al-Atsar 1/241-254,Al-Ifshoh 1/323, Al-Majmu’ 3/483-485, Hasyiyah Ar-Raud Al Murbi’ :2/197-198, Nailul Author 2/155-158 (Cet. Darul Kalim Ath Thoyyib),Majmu’ Al Fatawa 22/104-111 dan Zadul Ma’ad 1/271-285.

http://groups.yahoo.com/group/nashihah/message/59

Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam Di Bulan Ramadhan


by Khodijah Al Atsariyyah on Sunday, August 29, 2010 at 7:42am
Sabtu, 14 Agustus 2010 07:02:51 WIB

RASULULLAH SHALLALLAHU ALAIHI WA SALLAM DI BULAN RAMADHAN

Oleh Syaikh Dr Muhammad Musa Alu Nashr


Tamu agung nan penuh barakah akan kembali mendatangi kita. Kedatangannya yang terhitung jarang, hanya sekali dalam setahun menumbuhkan kerinduan mendalam di hati kaum Muslimin. Leher memanjang dan mata nanar memandang sementara hati berdegup kencang menunggu kapan gerangan hilalnya terbit.

Itulah Ramadhân, bulan yang sangat dikenal dan benar-benar ditunggu kehadirannya oleh kaum Muslimin.

Kemuliaanya diabadikan dalam al-Qur'ân dan melalui untaian-untaian sabda Rasûlullâh Shallallahu 'alaihi wa sallam. Allâh Azza wa Jalla menjadikannya sarat dengan kebaikan, mulai dari awal Ramadhan sampai akhir. Allâh Azza wa Jalla berfirman

"(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhân, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) al-Qur'ân sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil)".[al-Baqarah/2:185]

Jiwa yang terpenuhi dengan keimanan tentu akan segera mempersiapkan diri untuk meraih keutamaan serta keberkahan yang yang ada didalamnya.

Pada bulan ini Allah Azza wa Jalla menurunkan al-Qur'ân. Seandainya bulan Ramadhan tidak memiliki keutamaan lain selain turunnya al-Qur'ân maka itu sudah lebih dari cukup. Lalu bagaimana bila ditambah lagi dengan berbagai keutamaan lainnya, seperti pengampunan dosa, peninggian derajat kaum Mukminin, pahala semua kebaikan dilipatgandakan, dan pada setiap malam Ramadhan, Allah Azza wa Jalla membebaskan banyak jiwa dari api neraka.

Pada bulan mulia ini, pintu-pintu Surga dibuka lebar dan pintu-pintu neraka ditutup rapat, setan-setan juga dibelenggu. Pada bulan ini juga ada dua malaikat yang turun dan berseru, "Wahai para pencari kebaikan, sambutlah ! Wahai para pencari kejelekan, berhentilah !"

Pada bulan Ramadhân terdapat satu malam yang lebih utama dari seribu bulan. Orang yang tidak mendapatkannya berarti dia terhalang dari kebaikan yang sangat banyak.

Mengikuti petunjuk Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam yang mulia dalam melakukan ketaatan adalah hal yang sangat urgen, terlebih pada bulan Ramadhan. Karena amal shalih yang dilakukan oleh seorang hamba tidak akan diterima kecuali jika dia ikhlash dan mengikuti petunjuk Rasûlullâh Shallallahu 'alaihi wa sallam. Jadi, keduanya merupakan rukun diterimanya amal shalih. Keduanya ibarat dua sayap yang saling melengkapi. Seekor burung tidak bisa terbang dengan menggunakan satu sayap.

Melalui naskah ringkas ini, marilah kita berusaha untuk mempelajari prilaku Rasûlullâh di bulan Ramadhân agar kita bisa meneladaninya. Karena orang yang tidak berada diatas petunjuk Rasûlullâh Shallallahu 'alaihi wa sallam di dunia dia tidak akan bisa bersama beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam di akhirat. Kebahagiaan tertinggi akan bisa diraih oleh seseorang ketika ia mengikuti petunjuk Rasûlullâh secara lahir dan batin. Dan seseorang tidak akan bisa mengikuti Rasûlullâh Shallallahu 'alaihi wa sallam kecuali dengan ilmu yang bermanfaat. Ilmu itu tidak akan disebut bermanfaat kecuali bila diiringi dengan amalan yang shalih. Jadi amalan shalih merupakan buah ilmu yang bermanfaat.

Dibawah ini adalah beberapa kebiasaan dan petunjuk Rasûlullâh Shallallahu 'alaihi wa sallam pada bulan Ramadhân :

a. Rasûlullâh Shallallahu 'alaihi wa sallam tidak akan memulai puasa kecuali jika beliau sudah benar-benar melihat hilal atau berdasarkan berita dari orang yang bisa dipercaya tentang munculnya hilal atau dengan menyempurnakan bilangan Sya'bân menjadi tiga puluh.

b. Berita tentang terbitnya hilal tetap beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam terima sekalipun dari satu orang dengan catatan orang tersebut bisa dipercaya. Ini menunjukan bahwa khabar ahad bisa diterima.

c. Rasûlullâh Shallallahu 'alaihi wa sallam melarang umatnya mengawali Ramadhân dengan puasa satu atau dua hari sebelumnya kecuali puasa yang sudah terbiasa dilakukan oleh seseorang. Oleh karena itu, beliau n melarang umatnya berpuasa pada hari Syak (yaitu hari yang masih diragukan, apakah sudah tanggal satu Ramadhan ataukah masih tanggal 30 Sya'bân-red)

d. Rasûlullâh Shallallahu 'alaihi wa sallam berniat untuk melakukan puasa saat malam sebelum terbit fajar dan beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam menyuruh umatnya untuk melakukan hal yang sama. Hukum ini hanya berlaku untuk puasa-puasa wajib, tidak untuk puasa sunat.

e. Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam tidak memulai puasa sampai benar-benar terlihat fajar shadiq dengan jelas. Ini dalam rangka merealisasikan firman Allâh Azza wa Jalla : "Dan makan serta minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar". [al-Baqarah/2:187]

Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam telah menjelaskan kepada umatnya bahwa fajar itu ada dua macam fajar shâdiq dan kâdzib. Fajar kadzib tidak menghalangi seseorang untuk makan, minum, atau menggauli istri. Rasûlullâh Shallallahu 'alaihi wa sallam tidak pernah ekstrem kepada umatnya, baik pada bulan Ramadhân ataupun bulan lainnya. Beliau n tidak pernah mensyari'atkan adzan (pemberitahuan) tentang imsak.

f. Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam menyegerakan berbuka dan mengakhirkan sahur. Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :

لَا تَزَالُ أُمَّتِي بِخَيْرٍ مَا عَجَّلُوا الْفِطْرَ

"Umatku senantiasa baik selama mereka menyegerakan berbuka"

g. Jarak antara sahur Rasûlullâh dan iqâmah seukuran bacaan lima puluh ayat

h. Rasûlullâh Shallallahu 'alaihi wa sallam memiliki akhlak yang sangat mulia. Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam adalah orang yang paling mulia akhlaknya. Bagaimana tidak, akhlak beliau adalah al-Qur'ân, sebagaimana diceritakan oleh Aisyah Radhiyallahu 'anha. Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam sangat menganjurkan umatnya untuk berakhlak mulia, orang-orang yang sedang menunaikan ibadah berpuasa. Rasûlullâh Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :

مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّورِ وَالْعَمَلَ بِهِ فَلَيْسَ لِلَّهِ حَاجَةٌ فِي أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ

"Barangsiapa yang tidak meninggalkan perkatan dan perbuatan dusta, maka tidak membutuhkan puasanya sama sekali".

i. Rasûlullâh sangat memperhatikan muamalah yang baik dengan keluarganya. Pada bulan Ramadhân, kebaikan beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam kepada keluarga semakin meningkat lagi.

j. Puasa tidak menghalangi beliau untuk sekedar memberikan kecupan manis kepada para istrinya. Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam adalah orang yang paling kuat menahan nafsunya.

k. Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam tidak meninggalkan siwak, baik di bulan Ramadhân maupun diluar Ramadhân guna membersihkan mulutnya dan upaya meraih keridhaan Allâh Azza wa Jalla.

l. Rasûlullâh Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah berbekam padahal beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam sedang menunaikan ibadah puasa. Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam membolehkan umatnya untuk berbekam sekalipun sedang berpuasa. Pendapat yang kontra dengan ini berarti mansukh (telah dihapus).

m. Rasûlullâh Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah berjihad pada bulan Ramadhân dan menyuruh para shahabatnya untuk membatalkan puasa mereka supaya kuat saat berhadapan dengan musuh.

Diantara bukti Rasûlullâh Shallallahu 'alaihi wa sallam sayang kepada umatnya yaitu beliau n membolehkan orang yang sedang dalam perjalanan, orang yang sakit dan oranng yang lanjut usia serta wanita hamil dan menyusui untuk membatalkan puasanya.

n. Rasûlullâh Shallallahu 'alaihi wa sallam lebih bersungguh-sungguh dalam menjalankan ibadah pada bulan Ramadhân bila dibandingkan dengan bulan-bulan lain, terutama pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhân untuk mencari lailatul qadr.

o. Rasûlullâh Shallallahu 'alaihi wa sallam beri'tikaf pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhân kecuali pada tahun menjelang wafat, beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam beri'tikaf selama dua puluh hari. Ketika beri'tikaf, beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam selalu dalam keadaan berpuasa

p. Ramadhân adalah syahrul Qur'ân (bulan al-Qur'ân), sehingga tadarus al-Qur'ân menjadi rutinitas beliau, bahkan tidak ada seorangpun yang sanggup menandingi kesungguh-sungguhan beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam dalam tadarus al-Qur'ân. Malaikat Jibril Alaihissallam senantiasa datang menemui beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam untuk tadarus al-Qur'ân dengan Rasûlullâh Shallallahu 'alaihi wa sallam.

q. Rasûlullâh Shallallahu 'alaihi wa sallam adalah orang yang dermawan. Kedermawanan beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam di bulan Ramadhân tidak bisa digambarkan dengan kata-kata. Kedermawanan beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam ibarat angin yang bertiup membawa kebaikan, tidak takut kekurangan sama sekali.

r. Rasûlullâh Shallallahu 'alaihi wa sallam adalah seorang mujahid sejati. Ibadah puasa yang sedang beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam jalankan tidak menyurutkan semangat beliau untuk andil dalam berbagai peperangan. Dalam rentang waktu sembilan tahun, beliau mengikuti enam pertempuran, semuanya terjadi pada bulan Ramadhân. Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam juga melakukan berbagai kegiatan fisik pada bulan Ramadhân, seperti penghancuran masjid dhirâr [1], penghancuran berhala-berhala milik orang Arab, penyambutan duta-duta, penaklukan kota Makkah, bahkan pernikahan beliau dengan Hafshah

Intinya, pada masa hidup Rasûlullâh Shallallahu 'alaihi wa sallam, bulan Ramadhân merupakan bulan yang penuh dengan keseriusan, perjuangan dan pengorbanan. Ini sangat berbeda dengan realita sebagian kaum Muslimin saat ini yang memandang bulan Ramadhân sebagai saat bersantai, malas-malasan atau bahkan bulan menganggur atau istirahat.

Semoga Allâh Azza wa Jalla memberikan taufik kepada kita untuk selalu mengikuti jejak Rasûlullâh Shallallahu 'alaihi wa sallam, hidup kita diatas sunnah dan semoga Allah Azza wa Jalla mewafatkan kita juga dalam keadaan mengikuti sunnah Rasûlullâh Shallallahu 'alaihi wa sallam.

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi, 04-05/Tahun XIV/1431/2010M. Penerbit Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo-Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-761016] _______ Footnote [1]. Masjid yang dibangun oleh kaum munafik untuk memecah belah kaum Muslimin 

PENGALAMAN LUCU KETIKA DIRI INI BARU HIJROH


by Khodijah Al Atsariyyah on Tuesday, September 7, 2010 at 10:10pm
Insya Allah tepat tenggal 14 Mei pertama kalinya ana mengiku Ta'lim salafy,,dengan memakai jilbab berwarna krem yang besar dan memakai gamis kotak-kotak baju favorit milikku ketika dulu masih terlibat dalam"Tarbiyah",,SubhanaLLah kesannya rapi dan semua akhwat khusyu'dengan seksama mendngar sambil menarikan penanya di atas buku catatan,,Jujur ketika itu ana malu sekali,,ketika datang-datang dengan tidak tahu malu,para ummahat bercadar menatap diriku ketika itu rasanya mau segera mengenakan pakaian taqwa itu,,AlhamduliLLah lama kelamaan jadi punya banyak kenalan ummahat salafy,saling berbagi ilmu,sharing,pokoknya tidak ada perkataan yang sia-sia di dalam majelis ini,,ana sangat salut dengan sosok akhwat yang semangatnya untuk Tholabul'ilmi membuat ana dengan teman akhwat lain semakin terpacu untuk tholabul'ilmi,,demgan cadar-cadar kami,kami pun berangkat ke tempat Ta'lim,tak ayal setiap perjalanan kami dikatakan ninja atau kalau lagi rame-rame dibilang para ninja,,,Akhwat yang semangat itu familiar dalam telinga kita dengan nama'Atika'biasa kita memanggilnya mba'Atika,,kami para akhwat yang berasal dari bontang pun sering berangkat bersama-sama Ta'lim,,begitu seterusnya,,sampaipada suatu saat ketika kita Ta'lim,seorang ikhwan mengumumkan perihal walimatul 'ursy yang akhwatnya adlah "mba'Atika"subhanaLLAh sangat suprise untuk kita yang baru mengenal beliau beberpa hari,,kami pun lalu merencanakan untuk memenuhi undangan saudari kita sekaligus ana ingin melihat "bagaimana kondisi/nuansa dalam pernikahan salaf yah?"ketika itu ana memakai jubah hijau dan cadar hijau padahal yang disunnahkan berwarna hitam,alasan karena jubah dan cadar hitamnya semua dicuci karena dipakai untuk masuk kuliah,jadi dengan terpaksa memakai warna hijau meskipun terasa risih warnanya yang bisa menrik perhatian orang-orang,,ummu ishaQ dengan u'mirna,mba'hafshoh dengan u'fatimah,dan ana sendiri dengan motor beat warna pink motor kesayangan ana,,saling menunggu di daerah tepian,ana,ummu ishaq dan u'mirna menunggu u;fathimah dan mba'hafshoh...tapi malah yang ditunggu udah lewatin kita dan akhirnya kita menyusul,,tempat acara walimahnya di samarinda sebrang kelurahan sungai keledang,tak asing kedengarannya di telinga ana,gimana tidak asing sebelum hijroh ke salafy ana sempat jadi petugas sensus di daerah situ,,ana tahu daerahnya,,tapi waktu di jembatan mahakam kok mba'hafshoh juga u'fatimah belok ke kanan yang jalan itu arah tujuannya sepengetahuan ana arah ke balikpapan,seharusnya dari jenbatan mahakam belok kiri,,QoddaruLLAH ana malah buntutin  mba'hafshoh dan u'fatimah,,sampai ana agak kesal karena ketika ana klaksonin untuk berhenti pada g'mau berhenti,,jadi ana putarr balik duluan,,ummu ishaq dan u'mirna yang di belakang kami tadi malah sudah sampai tujuan,,ana sudah masuk daerah sungai keledang tapi dalam pandangan ana kok tidak ada tanda2 ada walimah,,ana tidak merasa sudah di ujung dekat pasar,nah ketika itu ada Tenda seperti orang nikahan tapi ana heran kok ada musiknya yah,,parahnya musik dangdut terus ikhtilat,,sepertinya lain,,mau menghubungi u'mirna pulsa ana habis,,hehehehe,dengan jurus sok tahu ana,ana meluncur ke sebuah gedung yang dulu pernah dijadikan tempat walimah akhwat Tarbiyah dan ana pernah menghadiri,,ternyata waktu sampai disana,,loh kok g'da apa2nya?Hp berbunyi,ternyata ummu ishaq mengabarkan bahwa u'fatimah dan mba'hafshoh sudah sampai,,,WAAAAHHH,ternyata tinggal ana sendiri beserta motor ana tersesat,,pengen nangis rasanya ketika itu,rasanya sudah putus asa,,ummu ishaq memberi tahukan ciri-ciri tempatnya,,dan AlhamduliLLah ketemu,,tapi kepala ana penuh dengan tanda tanya,,Loh kok ini ikhwan semua,,akhwatnya di mana yah?ummu ishaq mana ya?katanya mau jemput ana kalo udah nyampe,,mau nelpon ummu ishaq ana baru ungat g'da pulsa,akhirnya ada ikhwan salafy memberi isyarat bahwa tempat akhwatnya di lantai dua Ruko itu,,AlhamduliLLAH ana bercadar tapi yang buat risih warnanya,,dengan semangat ana melangkahkan kaki menaiki anak tangga,,akhirnya,,AlhamduliLLAH bertemu juga dengan ummu ishaq,u'mirna.u'fatimah,dan mba'hafshoh,setelah sampai ana langsung menyalimi mba'Atika,nah ketika itu masalah baru muncu l lagi,,ana belum hafal do'a untukorang menikah,,namun sang mempelai dengan senang hati mengajari ana,,hehehehe,,jadi lucu saja orang yang walimah ngajarin baca do'a walimah pada undangannya,,dan ketika itu baru ana tahu "bagaimana acara pernikahan salaf?",tanpa musik dan tidak ikhtilat,,sungguh indahnya syari'at itu ketika jiwa-jiwa yang hanif menegakkannya di muka bumi ini atas izin Allahu Subhanahu wa Ta'ala....


cerita nyata,insya Allah tidak ditambah-tambahkan,,,ana berharap dengan cerita ini membuat ukhuwah kita semakin kuat ikatannya,,amin Allahumma amin,,